REPUBLIKA.CO.ID, BUSAN -- Putaran kelima perundingan yang bertujuan menyepakati perjanjian penanggulangan sampah plastik internasional berjalan lambat. Sejumlah delegasi mengatakan hal ini terjadi saat titik tengah semakin dekat.
Perlambatan ini menimbulkan keraguan kesepakatan dapat tercapai sebelum tenggat waktu pada 1 Desember mendatang. Korea Selatan (Korsel) menjadi tuan rumah pertemuan Komite Negosiasi Antarpemerintah PBB (INC-5) yang kelima dan terakhir untuk menghasilkan perjanjian internasional yang mengikat secara hukum.
Para delegasi mengatakan, meskipun tiga dari tujuh hari perundingan telah berlalu, negara-negara belum menyepakati teks perjanjian. Sementara, pembicaraan mengenai pendanaan untuk membantu negara-negara berkembang menerapkan perjanjian tersebut belum selasai.
Negara-negara penghasil petrokimia seperti Arab Saudi dan Cina menentang keras upaya yang mengincar produksi plastik, meskipun ada protes dari negara-negara yang paling merasakan dampak polusi plastik, seperti negara-negara pulau kecil dan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
"Sangat-sangat jelas negara-negara menginginkan kesepakatan ini, kami harus melihat teksnya di atas meja perundingan besok," kata direktur eksekutif Program Lingkungan PBB (UNEP) Inger Andersen, Rabu (27/11/2024).
Kemajuan tampak paling lambat pada isu-isu yang memecah belah seperti batasan produksi plastik dan pengelolaan limbah. Seorang delegasi dari Kolombia mengatakan beberapa negosiasi yang alot membawa mereka ke situasi pertemuan sebelumnya.
"(Termasuk di) area di mana seharusnya lebih mudah untuk menemukan area konvergensi (seperti pengelolaan limbah plastik)," katanya di salah satu sesi.
Banyak delegasi mengungkapkan frustrasi atas lambatnya kemajuan, banyaknya proposal, dan ketidaksepakatan mengenai prosedur. "Kami frustrasi dengan hal-hal yang bersifat prosedural," kata Kepala Kebijakan Plastik Global di kelompok lingkungan World Wide Fund for Nature Eirik Lindebjerg. Ia mengatakan negara-negara yang menginginkan perjanjian ambisius seharusnya tidak bernegosiasi dengan mereka yang memperlambat proses.
Pusat Hukum Lingkungan Internasional (CIEL) mengatakan sekitar 220 pelobi dari industri bahan bakar fosil dan kimia terdaftar menghadiri negosiasi perjanjian plastik pekan ini, melebihi jumlah delegasi lainnya termasuk 140 orang dari Korea Selatan.
Organisasi masyarakat sipil mengeluhkan partisipasi mereka dalam proses tersebut terhambat oleh pengaturan yang tidak memadai, seperti keterbatasan tempat duduk untuk pengamat.