Rabu 29 Jan 2025 07:48 WIB

Suhu Laut Semakin Cepat Memanas

Temuan ini berdampak besar bagi lautan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Muhammad Hafil
(Ilustrasi) Permukaan air laut.
Foto: Freepik
(Ilustrasi) Permukaan air laut.

REPUBLIKA.CO.ID,LONDON -- Penelitian terbaru mengungkapkan permukaan laut memanas empat kali lebih cepat dibanding tahun 1980-an. Temuan ini membantu menjelaskan mengapa tahun 2023 dan 2024 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat.

Temuan ini berdampak besar bagi kesehatan lautan, karena suhu mempengaruhi segala hal mulai dari terumbu karang hingga perikanan. Penulis utama penelitian yang dipublikasikan di Environmental Research Letters ini, Christopher Merchant mengatakan kenaikan suhu berdampak pada kenaikan permukaan laut, badai yang lebih ekstrem, dan kebakaran yang lebih sering dan parah.

Baca Juga

Ilmuwan bidang observasi lautan dan bumi di Universitas Reading itu menjelaskan lautan akan menentukan kecepatan perubahan iklim. Merchant mengatakan penelitiannya menemukan suhu lautan dalam 20 tahun ke depan akan jauh lebih panas dibandingkan 40 tahun ke belakang kecuali ada langkah-langkah untuk memangkas emisi gas rumah kaca.

"Saya memperkirakan perubahan iklim yang akan datang akan berada di ujung tinggi dari apa yang telah diberitahukan oleh pemodel iklim kepada kita," katanya seperti dikutip dari The Japan Times, Selasa (28/1/2025).

Para ilmuwan terkejut dengan tingginya suhu tahun 2023 dan disusul tahun 2024. Suhu lautan tahun lalu tembus rekor, naik 0,6 derajat Celsius dari rata-rata tahun 1981 sampai 2010. Naiknya suhu lautan tidak hanya disebabkan oleh fenomena alami seperti El Nino, tetapi juga perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia, terutama akibat pembakaran bahan bakar fosil.

Direktur Institute at Brown for Environment and Society  Kim Cobb mengatakan studi terbaru ini salah satu bukti kuat yang menghubungkan percepatan pemanasan global baru-baru ini dengan pembakaran bahan bakar fosil. Ia mengatakan sangat penting memahami kerugian yang ditimbulkan bahan bakar fosil.

"Penelitian ini menunjukkan kerugian tersebut lebih buruk daripada yang kita duga sebelumnya," katanya.

Penelitian Merchant melihat dua dataset, satu yang mempelajari suhu permukaan laut dan satu lagi melacak ketidakseimbangan energi Bumi, yang terjadi ketika lebih banyak energi dari matahari diserap daratan dan air daripada yang kembali ke luar angkasa.

Setelah memperhitungkan variabilitas alami dari tahun ke tahun, studi ini menunjukkan suhu permukaan naik beriringan dengan semakin banyaknya energi matahari yang terserap daratan dan lautan. Suhu lautan kini meningkat pada laju 0,27 derajat Celsius per dekade, dibandingkan dengan 0,06 derajat Celsius 40 tahun yang lalu.

Akselerasi ini didorong peningkatan keseimbangan energi Bumi, yang meningkat hampir dua kali lipat sejak 2010 seiring dengan meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca dan hilangnya lapisan es yang berarti lebih sedikit sinar matahari yang dipantulkan kembali ke luar angkasa.

Kim mengatakan pemanasan yang terjadi saat ini lebih cepat dari yang diperkirakan para ilmuwan. Hal ini mengindikasikan model iklim yang ada mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan realitas yang sedang terjadi, dan mungkin situasi pemanasan global lebih buruk daripada yang diperkirakan.

Suhu lautan global mencapai rekor tertinggi selama 450 hari berturut-turut antara 2023 dan awal 2024. Suhu yang tinggi ini berkontribusi pada badai besar dan fenomena cuaca ekstrem lainnya. Meskipun sebagian dari pemanasan disebabkan fenomena alami seperti El Nino, 44 persen pemanasan yang memecahkan rekor tersebut disebabkan lautan yang menyerap panas dengan lebih cepat.

Lautan yang lebih hangat tidak hanya mempengaruhi suhu, tetapi juga berkontribusi pada pencairan es kutub yang lebih cepat dari yang diperkirakan, yang pada gilirannya menyebabkan kenaikan permukaan laut. Hal ini terjadi karena lautan yang panas mengikis gletser yang terjebak di daratan.  Pemanasan global juga menyebabkan cuaca destruktif lainnya menjadi lebih sering, seperti kebakaran hutan yang parah di California.

"Itulah dampak dari penelitian seperti ini, kita berbicara tentang percepatan jenis episode neraka ini, tidak hanya di Amerika tetapi secara global," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement