Jumat 27 Jun 2025 05:29 WIB

Hijrah sebagai Gerakan Peradaban: Membaca Ulang Empat Pilar MPR di Tengah Krisis Global

Momentum tahun baru Hijriah adalah kesempatan menata ulang visi bangsa.

Sejumlah anggota paskibra mengikuti pawai obor di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (26/6/2025). Pawai obor dengan tema Bersama Kita Nyalakan Obor Peradaban Untuk Indonesia Lebih Terang tersebut digelar oleh pemerintah setempat bekerja sama dengan yayasan Al-Markaz Al-Islami Makassar dan diikuti oleh ratusan peserta dalam rangka menyambut tahun baru Islam 1447 H.
Foto: ANTARA FOTO/Arnas Padda
Sejumlah anggota paskibra mengikuti pawai obor di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (26/6/2025). Pawai obor dengan tema Bersama Kita Nyalakan Obor Peradaban Untuk Indonesia Lebih Terang tersebut digelar oleh pemerintah setempat bekerja sama dengan yayasan Al-Markaz Al-Islami Makassar dan diikuti oleh ratusan peserta dalam rangka menyambut tahun baru Islam 1447 H.

Oleh JOHAN ROSIHAN; Sekretaris Fraksi PKS MPR-RI – Waka Badan Penganggaran MPR-RI

REPUBLIKA.CO.ID, Senja di kaki Rinjani selalu menghadirkan ruang batin yang sunyi, namun penuh makna. Sembalun sore ini bukan sekadar bentangan keindahan alam, tetapi juga ruang kontemplasi tempat hati dan pikiran bisa berdialog dengan jujur. Tahun baru Hijriyah pun tiba, mengajak kita semua untuk tidak sekadar mengganti kalender, tetapi memaknai ulang perjalanan dan tujuan hidup.

Baca Juga

Di tengah gegap gempita dunia yang dipenuhi kecemasan—mulai dari konflik Timur Tengah yang berkepanjangan hingga ancaman disintegrasi nilai—kita dihadapkan pada pertanyaan mendasar: masihkah kita tahu ke mana bangsa ini berjalan? Apakah kita sekadar menjadi penonton sejarah atau pembentuknya?

Maka dari tempat ini, dari sebuah dusun sunyi di lereng gunung Rinjani, saya ingin menelusuri ulang makna hijrah. Bukan dalam pengertian individual belaka, tetapi hijrah sebagai langkah kolektif menuju tatanan peradaban yang lebih adil dan bermartabat. Dari sinilah refleksi ini lahir, merangkai benang merah antara sejarah suci, tantangan global, dan amanat kebangsaan kita: Empat Pilar MPR RI.

Jadi agenda perubahan

Hijrah adalah tindakan sadar untuk melakukan perubahan arah hidup secara total. Bagi seorang Muslim, hijrah tidak hanya berarti berpindah tempat, tetapi berpindah nilai, visi, dan orientasi hidup. Dalam konteks bangsa, hijrah bisa dimaknai sebagai keberanian untuk meninggalkan sistem yang korup, budaya yang permisif, dan pola pikir yang sempit.

Peradaban Islam yang dibangun Nabi di Madinah merupakan hasil dari proses hijrah yang tidak hanya fisik tetapi juga kultural dan institusional. Ia menata masyarakat yang plural, menjamin keadilan, dan membentuk sistem pemerintahan yang berpihak pada rakyat. Ini harus menjadi inspirasi bagi kita dalam menyusun sistem kenegaraan yang tidak hanya formalistik tetapi juga etis.

Bangsa Indonesia, yang kini dililit oleh berbagai krisis moral, ekonomi, dan politik, memerlukan semangat hijrah dalam skala nasional. Kita perlu keluar dari kebiasaan lama: birokrasi yang lamban, politik yang transaksional, dan ekonomi yang menjauh dari prinsip keadilan sosial.

Gerakan hijrah bangsa ini harus dimulai dari para pemimpin. Mereka harus menjadi teladan dalam kesederhanaan, integritas, dan keberanian mengambil keputusan demi kepentingan umum. Dari mereka, energi hijrah akan mengalir ke rakyat, membentuk kesadaran kolektif bahwa bangsa ini harus berubah untuk bertahan.

Hijrah bukan jalan yang nyaman. Ia penuh risiko dan godaan untuk kembali ke zona aman. Namun, sebagaimana Rasulullah berhasil membentuk tatanan baru di Madinah, kita pun bisa menciptakan Indonesia yang lebih adil jika keberanian hijrah ini benar-benar dijalankan dengan kesungguhan.

Empat Pilar MPR RI

 

Empat Pilar MPR RI bukanlah sekadar dokumen kenegaraan. Ia adalah warisan sejarah perjuangan bangsa dan pengejawantahan nilai-nilai luhur yang juga selaras dengan semangat hijrah Rasulullah. Pilar-pilar ini dirancang bukan hanya untuk menata pemerintahan, tetapi juga membangun peradaban.

Pancasila sebagai pilar pertama adalah rumusan nilai universal dan lokal yang mencerminkan integrasi antara agama, budaya, dan kebangsaan. Ia menjadi pedoman etis dalam membangun kehidupan berbangsa yang toleran, adil, dan bermartabat. Nilai-nilai hijrah—tauhid, keadilan, dan persaudaraan—menyatu di dalamnya.

UUD NRI 1945 memberikan dasar hukum dan institusional bagi bangsa Indonesia untuk menjalankan kehidupan demokratis yang konstitusional. Di dalamnya terkandung perlindungan terhadap hak rakyat, penegasan kedaulatan, dan mekanisme checks and balances. Ini serupa dengan Piagam Madinah yang menjadi landasan hukum negara Madinah.

NKRI sebagai bentuk negara menyiratkan pentingnya persatuan di tengah keragaman. Ini adalah bentuk nyata dari ukhuwah wathaniyah—persaudaraan kebangsaan—yang dalam sejarah Islam sangat dijaga Nabi di tengah masyarakat multikultural Madinah.

Bhinneka Tunggal Ika bukanlah slogan kosong, tetapi refleksi dari maqasid syariah yang menjunjung hak hidup dan kehormatan semua manusia, tanpa melihat latar belakang etnis atau agama. Semangat hijrah adalah membangun ruang kebersamaan yang setara, dan inilah jiwa dari semboyan nasional kita.

photo
Ratusan warga dan santri di Pulau Bawean, Gresik membaca burdah keliling untuk menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram 1446 Hijriyah. Tradisi burdah keliling ini dilakukan di Dusun Daun Timur, Desa Daun, Kecamatan Sangkapura, Sabtu (6/7/2024) sore. - (Muhyiddin/Republika)

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement