REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Zakat pada hakikatnya adalah mengubah mustahiq menjadi muzaki. Berangkat dari pemikiran itu, zakat tidak bisa lagi hanya dilakukan melalui bantuan-bantuan sosial atau bahkan hanya membagikan uang.
Zakat harus memiliki paradigma pemberdayaan yang diikuti oleh pendampingan kepada masyarakat atau komunitas. Demikian disampaikan Direktur Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ), Nana Mintarti, dalam pelatihan 'Strategi Mendesain Program Pemberdayaan Berbasis Komunitas' di Jakarta, Rabu (30/6). ''Zakat itu tidak hanya dalam bentuk charity saja, namun harus berbasis pemberdayaan,'' cetusnya.
Untuk mencapai hal itu, Nana menilai, penting adanya manajemen program di lembaga pengelola zakat. Dia mengatakan, potensi zakat secara nasional nilainya hampir mencapai satu triliun rupiah. Jumlah sebanyak itu, kata dia, harus benar-benar tepat sasaran melalui program yang tepat, tidak sekadar memberikan uang saja. ''Tujuan dari suatu program harus berupa perbaikan keadaan masyarakat, baik secara nasional maupun sektoral,'' katanya.
Dia menambahkan, program pengelolaan zakat tidak berhenti hingga zakat sampai kepada penerimanya. Program ini pun harus dimonitor. Artinya, lembaga sosial yang menyalurkan tidak boleh selesai setelah menyusun laporan pertanggung jawaban saja, melainkan harus memastikan apakah zakat itu bisa memberdayakan penerimanya atau tidak.