REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA—-Selama Ramadhan, Surabaya tak menoleransi adanya lokalisasi wanita tunasusila (WTS) atau pekerja seks komersial (PSK). Untuk itu, Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya, Hariyanto, menegaskan bahwa enam lokalisasi di wilayah Surabaya harus tutup sejak satu pekan sebelum Ramadhan.
“Awal Agustus, para pekerja seks komersial (PSK) tak boleh melakukan kegiatan di enam lokalisasi,” terang dia kepada wartawan, Kamis (22/7). Enam lokalisasi yang dimaksud adalah Dolly, Tambakasri, Klakah Rejo, Jarak, Sememi, dam Kremil.
Di enam lokalisasi itu, seluruhnya ada sekitar 3.500 WTS. Jumlah penghuni lokalisasi di Dolly paling banyak, sekitar seribu lebih.
Hariyanto melanjutkan penutupan lokalisasi dilakukan hingga satu pekan setelah Lebaran alias sekitar enam pekan. “Kami telah menyampaikan hal ini melalui surat edaran kepada pengelola dan induk semang lokalisasi,” ungkap dia.
Penutupan itu dinilai Hariyanto juga tak merugikan sebab momen itu biasanya dimanfaatkan PSK untuk pulang kampung bertemu keluarga. Apalagi, lanjut dia, mayoritas PSK berasal dari luar kota, seperti Kediri, Trenggalek, Nganjuk, dan Bojonegoro.
“Justru yang asli Surabaya, jumlahnya sedikit. Karena itu, malah banyak yang senang jika libur kerja,” kata dia sambil tertawa.
Sebelum Dinas Sosial melakukan penutupan, menurut Hariyanto, pembinaan dan pemberian keterampilan gencar dilakukan. Harapannya setelah pulang ke kampung halamannya mereka tidak kembali ke lokalisasi. Tata boga dan menjahit, adalah contoh keterampilan yang diberikan.
Sedangkan, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Pengendalian Masyarakat (Bakesbanglinmas) Surabaya, Soemarno, mengungkapkan penutupan itu untuk menghindari berbagi hal yang tak diinginkan, seperti yang pernah dilakukan ormas tertentu dengan paksa. “Juga, untuk menghormati Ramadhan dan kami akan mengawasi enam lokalisasi agar benar-benar ditutup,” jelas Soemarno.