REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD--Bencana banjir belum sepenuhnya tertangani. Ribuan warga telantar di pengungsian, menunggu bantuan yang tak kunjung datang. Beberapa mulai terserang penyakit dan kelaparan.
Namun, berita pelesiran Presiden mereka, Asif Ali Zardari ke Inggris, mewarnai halaman depan sejumlah media papan atas negeri itu. "Beginilah citra pemimpin Pakistan," demikian judul salah satu tulisan. "Presiden Zardari mengunjungi chateau di Perancis, sementara ada banjir dahsyat di Pakistan: ini akan memiliki efek jangka panjang," demikian tulisan media lainnya.
Perjalanan Presiden Asif Zardari ke Perancis dan Inggris saat banjir mengamuk pekan lalu menciptakan kisruk politik baru. Zardari menghadapi protes tak hanya di dalam negeri, tapi juga di luar negeri. Pada hari Sabtu, sejumlah warga Pakistan yang marah di Birmingham, Inggris, mendemonya dan bahkan satu demonstran berusaha melempar sepatu ke arahnya.
"Bahkan ketika pemerintah tidak bisa mengatasi, mereka bisa setidaknya menunjukkan empati. Hal itu hilang," kata Ayaz Amir, seorang kolumnis koran dan anggota parlemen untuk partai oposisi Liga Muslim Pakistan. "Siapa orang pertama di tempat kejadian? Kepala tentara ini (Zardari) benar-benar biaya tinggi bagi negara."
Pemerintah menegaskan bahwa perjalanan Presiden ke luar negeri sangat penting dan bahwa perdana menteri, bukan presidenlah yang bertanggung jawab untuk menjalankan pemerintahan, termasuk respons terhadap bencana alam. Namun, "perjalanan penting" terbantahkan ketika media memuat berita foto dan gambar Zardari pergi dengan helikopter ke chateau abad ke-16 miliknya di Normandia, yang sudah menjadi rahasia umum dibelinya saat mendiang istrinya menjadi perdana menteri. Saat itu, ia dijuluki sebagai "Mr Sepuluh Persen".
Kedatangannya di Inggris dengan celana jins juga disangsikan warganya sebagai kunjungan resmi. Apalagi dia menginap di sebuah hotel bintang lima di London. Tayangan "kunjungan resmi di Inggris" itu diputar terus-menerus di beberapa stasiun televisi Pakistan.
Banjir di provinsi meluas di selatan dan timur sepanjang Sungai Indus. PBB hari ini memproyeksikan jumlah orang yang terkena dampak banjir sampai 6 juta orang dan mengatakan skala krisis mirip dengan gempa bumi 2005 yang melanda Pakistan Utara.
Di Sindh, air mengancam dua bendungan, di Guddu dan Sukkar, yang, jika mereka jebol, akan menambah besar skala bencana. Sebuah tanggul pelindung di Torhi, dekat Sukkur, bobol pada hari Sabtu.