Rabu 17 Nov 2010 22:01 WIB
Muhammad Ridwan Rozali

Mendapatkan Hidayah Saat Menunaikan Haji

Rep: Dewi Mardiani/ Red: Budi Raharjo
Padang Arafat, ilustrasi
Padang Arafat, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketika tahun 2003, saya bekerja di Cirebon, Jawa Barat. saya melihat teman-teman mendapat tugas kerja di bidang perminyakan ke Eropa, Amerika, dan Australia. Ingin sekali saya liburan ke negara tersebut. Oleh karena itu, saya mencoba untuk mengurus visanya ke kedutaan besarnya di sini.

Di saat pengurusan visa itulah, tiba-tiba seorang teman, Bang Harry Mulya, menelepon. Dia adalah teman kuliah saya waktu di Universitas Sriwijaya, Sumatra Selatan. Dia bertanya kepada saya, "Kapan kau mau lihat Ka'bah, Baitullah. Ayolah, mumpung kau punya rezeki dan diberi kesehatan." Saya kaget mendengar pertanyaan itu. Tak ada satu pun kata yang disampaikan kepadanya.

Namun, saya terus renungkan pertanyaannya itu hingga malam hari. Menjelang pukul 03.00 WIB, saya berwudhu untuk shalat tahajud. Padahal, shalat itu jarang sekali saya lakukan.

Akhirnya saya berdoa, "Ya Allah, apa betul kalimat teman saya tadi siang itu merupakan suatu panggilan bagi saya. Jikalau Kau izinkan saya, saya akan menjalankan umrah."

Iklan umrah pun dikumpulkannya beberapa hari kemudian. Dan, pada tahun yang sama, Allah mengabulkan doa itu. Saya tidak bilang kepada siapa pun mengenai hal ini. Saya malu, tetapi memang saya ingin tahu, seperti apa perjalanan ibadah ke Baitullah itu.

Sesampainya di tujuan, saya pun bingung mau berbuat apa. Jadi, di sana, saya hanya melakukan shalat. Mau baca Alquran, bawaannya mengantuk terus. Susah betul untuk baca Alquran. Apalagi untuk zikir, sama juga mengantuknya.

Kemudian saya mencoba berdoa dan memohon untuk bisa beribadah dengan khusyuk. Namun, rupanya masih tetap sulit dirasakan. Susah betul. Kondisi serupa juga terjadi di Madinah. Sepulang dari umrah, saya malah berangkat ke Denpasar, Bali. Ya begitulah, karena niatnya memang tidak sungguh-sungguh.

Perjalanan serupa diulangi lagi pada 2004 dan 2005. Saya ikut umrah yang menyajikan paket malam Ramadhan Lailatul Qodar. Tetap saja keadaannya sama seperti tahun sebelumnya. Saya belum juga dapat hidayah. Bahkan, umrah sekali lagi saya jalani pada 2006 bersama ustaz kondang. Hasilnya, 'sami mawon'.

Setelah empat kali berumrah, saya menetapkan niat untuk berhaji pada 2007. Di sinilah saya merasakan nikmatnya ibadah yang dijalankan hampir 40 hari. Saya sampai lupa kerja, lupa baca koran, apalagi menonton televisi. Semua kegiatan lain saya tutup.

Janji saya waktu itu adalah bisa disebut sebagai niatan orang kampung, yaitu jika saya sudah matang dalam ibadah, barulah saya pergi berhaji. Namun, saat itu, saya niatkan betul dan memohon kepada Allah untuk memberikan hidayah.

Saat wukuf di Arafah, saya betul-betul merasakan berdoa dengan khusyuk. Berzikir yang membuat air mata tercurah saat itu. Dari menjelang Zhuhur sampai Maghrib, saya memohon kepada-Nya untuk memberikan hidayah dan haji yang mabrur. Peristiwa itu sangat berbeda dengan perjalanan umrah. Saya merasakan kenikmatan beribadah saat di Arafah. Rasanya saya percaya, Allah pasti mengabulkan doa saya.

Setelah pulang berhaji, rasanya malu kalau saya tidak ke masjid setelah mendengarkan azan. Muncul pertanyaan di benak saya, "Mengapa di Makkah dan Madinah saya selalu beribadah berjamaah, tapi di Jakarta tidak?" Malu rasanya.

Kembali lagi menjelang Ramadhan, saya siap-siap mencari biro perjalanan umrah untuk malam Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir bulan puasa. Walaupun capek, rasanya nikmat untuk tahajud bersama dengan para imam di sana. Doa-doa Imam Masjidil Haram, terutama Ustaz Abd Rachman Sudais, membuat air mata saya bercucuran, padahal selama ini aku susah menangis.

Dari semua perjalanan itu, saya menyimpulkan bahwa niatlah yang utama dalam melakukan sesuatu, terutama ibadah ke Tanah Suci. Berniatlah untuk ibadah yang lebih baik lagi. Insya Allah berhasil. Amin ya robbal alamin.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement