Senin 22 Nov 2010 06:28 WIB

Alihkan Hot Money, Benahi Biaya Berinvestasi

Rep: Teguh Firmansyah/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Rencana pemerintah untuk mengalihkan hot money ke obligasi infrastruktur patut dicermati secara hati-hati. Selain faktor cost of doing business indonesia yang belum baik, pengalihan tersebut dapat menyebabkan crowding out pasar.

Demikian disampaikan oleh  Peneliti Pusat Penelitian (Puslit) Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesi (LIPI), Latif Adam, ketika dihubungi Republika, Ahad (21/11). Menurutnya investor akan mengalihkan atau menanamkan  modalnya ke sektor riil karena dua hal penting, yakni cost of doing business dan kepastian hukum.

Biaya untuk menjalankan bisnis di Indonesia, lanjut  Latif,  harus  terus diperbaiki.  Jangan ada lagi pungutan-pungutan yang memberatkan pengusaha “Seperti ada alokasi untuk uang lobi,” katanya.

Selain itu,  masalah kepastian hukum perlu dibenahi. Apa yang dilakukan pemerintah dengan merevisi sejumlah peraturan perundangan pada kenyataannya sering tidak dijalankan. “Jadi bukan sekedar perbaikan tapi implementasinya,” kata dia.

Soal rencana pemerintah dengan memberikan yield (imbal hasil)  yang lebih tinggi  ke obligasi infrastruktur dibandingkan investasi di portofolio juga patut dicermati. Pasalnya, menurut Latif  dengan yield yang lebih besar tersebut ditakutkan dapat menimbulkan crowding out pasar.

Artinya dengan yield yang tinggi itu, semua aliran dana akan lari ke obligasi  pemerintah karena menjanjikan yield yang besar. Sementara obligasi Swasta menjadi tidak berkembang. “Ini masalahnya swasta menjadi tidak kebagian,” ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement