REPUBLIKA.CO.ID, KARAKAS - Presiden Venezuela Hugo Chavez memuji "kemerdekaan" Libya, Kamis (24/2) dengan mengatakan orang kuat Muamar Gaddafi sedang menghadapi perang saudara di negaranya. "Panjang umur Libya dan kemerdekaannya! Gaddafi menghadapi perang saudara!" kata pemimpin Venezuela itu dalam satu pesan Twitter.
Itu adalah reaksi pertamanya terhadap kerusuhan yang melanda Libya sejak 15 Feruari. Chavez adalah sekutu utama Gaddafi di Amerika Latin. Kedua pemimpin itu secara reguler mengecam "imperialisme" Amerika Serikat dan saling mengunjungi dalam tahun-tahun belakangan ini.
Hubungan kedua pemimpin itu sangat dekat hingga muncul rumor pada Senin lalu bahwa Gaddafi akan terbang ke Karakas. Namun berita itu kemudian dibantah.
Chavez, yang mengunjungi Libya Oktober lalu , melakukan kontak dengan Gaddafi dalam pemberontakan rakyat yang menyebabkan Presiden Mesir Hosni Mubarak mundur 11 Februari setelah tiga dasa warsa berkuasa, demikian kata para pejabat Venezuela.
Sementara itu Menteri Luar Negeri, Nicolas Maduro, mengemukakan kepada Majelis Nasional bahwa Venezuela "menentang aksi kekerasan" di Libya. Tetapi mengatakan baik buruknya konflik itu dapat dijadikan sasaran untuk dikaji.
"Kondisi sedang dibuat untuk membenarkan satu invasi atas Libya dan tujuan utama invasi itu adalah untuk menguasai minyak Libya," kata Maduro.
Pemerintah-pemerintah Barat menuntut pemberian hukuman atas pelaku penyiksaan di Libya -- tetapi, imbuh Maduro, mengapa tidak meminta dilakukan tindakan yang sama terhadap mereka yang mengebom warga-wara sipil yang tidak bersalah setiap hari di Irak atau Afghanistan? "Mereka sungguh kejam."
Di Amerika Latin, hanya Presiden Nikaragua, Daniel Ortega yang secara terbuka menyatakan solidaritas dengan Gaddafi. Tetapi kelompok utama oposisi Nikaragua, Partai Liberal mengeluarkan satu pernyataan sebelumnya menuntut "pemutusan segera hubungan diplomatik" dengan pemerintah Gaddafi.