REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-–Kelanjutan proyek moda angkutan massal monorel sampai saat ini masih terkatung-katung. Rencana Pemprov DKI untuk mengambil alih angkutan tersebut masih menunggu kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan daerah (Bappeda) DKI, Sarwo Handayani menyatakan, hingga kini pihaknya tengah melakukan koordinasi dengan Bappenas terkait kelanjutan proyek tersebut. Ia mengaku masih melakukan perhitungan dengan Bappenas terkait bentuk kerjasamanya. “Terutama terkait rencana pembiayaan angkutan ini,” ujarnya.
Sebelumnya, Pemprov DKI berkomitmen mengambil alih pembangunan monorel dari tangan PT. Jakarta Monorail (PT JM) setelah mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat. Pengambil alihan proyek monorel dari swasta ke pemerintah ini lantaran monorel termasuk dalam pola transportasi makro (PTM).
Belum lagi, dikhawatirkan tiang-tiang monorel yang sudah terpasang menjadi terbengkalai. Apalagi pembangunannya terhenti sejak tahun 2004 lalu. Maka Pemprov mengambil alih pembangunan mega proyek tersebut.
Namun, pengkajian belum juga usai. Alasannya, semua harus dihitung secara detail seperti investasi secara keseluruhan, kontribusinya dan pembiayaannya. Saat ini, pihaknya mengajukan usulan agar pertanggungjawaban pembiayaan dibebankan minimal layaknya Mass Rapid Transit (MRT) yakni 48 persen pemerintah pusat sedangkan sisanya 58 persen Pemprov DKI.
Kepala Bidang Informasi Publik Dinas Kominfo dan Kehumasan DKI Jakarta, Cucu Ahmad Kurnia mengatakan, Pemprov DKI masih mengupayakan melanjutkan proses penyelesaian angkutan massal monorel itu. Termasuk, meminta bantuan pada pemerintah pusat. “Sampai saat ini belum ada yang mau menanamkan investasi di monorel, makanya kita ambil alih,” katanya.
Pengambilalihan tanggung jawab pembangunan monorel ini menyisakan ganti rugi. Pemprov diperbolehkan menggelontorkan ganti rugi sebesar Rp204 miliar. Sedangkan pihak swasta meminta ganti rugi sebesar Rp600 miliar.
Menyangkut soal ini, Pemprov tidak mau menyalahi aturan. Pihaknya akan tetap mengganti investasi tersebut sesuai dengan aturan yang ada. Pembayaran sebesar Rp204 miliar ini berdasarkan rekomendasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Setelah pembahasan Pemprov DKI dan Bapenas, maka untuk selanjutnya akan ada pembagian peran antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI. Meski belum diketahui kepastian penyelesaiannya, namun Cucu menjamin proyek tersebut akan tetap dilanjutkan.
Anggota Komisi D M. Sanusi mengatakan pembangunan proyek monorel harus bisa dilanjutkan. Sebab, kemacetan Jakarta sudah sangat parah. Hal ini akan semakin parah jika angkutan masal tidak segera diselesaikan. “Kawasan ibukota akan stagnan,” kata politisi Partai Gerindra ini.
Seperti diketahui proyek monorel terhenti sejak Oktober 2007 akibat kesulitan pendanaan. PT JM gagal mendatangkan investor sehingga proyek senilai lebih kurang Rp 5,4 triliun itu tidak berjalan. Kemudian PT JM menuntut ganti rugi investasi kepada Pemprov DKI sebesar Rp 600 miliar.
Investasi itu salah satunya untuk pembangunan tiang pancang di Jl Asia Afrika, Senayan, dan Jl HR Rasuna Said, Kuningan. Tiang pancang yang bertebaran di sejumlah ruas jalan itu kini menjadi salah satu penyebab kemacetan.
Untuk mengakhiri polemik itu, Pemprov DKI meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit. Setelah diaudit, terjadi koreksi pada beberapa poin usulan PT JM. Poin yang dinilai tidak harus diganti rugi itu antara lain hak cipta properti dan biaya lain di luar proyek fisik.
BPKP akhirnya merampungkan evaluasi terhadap nilai ganti rugi mega proyek monorel. Hasilnya, ganti rugi proyek monorel dinilai setinggi-tingginya Rp 204 miliar. Jauh lebih kecil dibandingkan permintaan PT JM.