Senin 25 Mar 2019 16:30 WIB

DOTS Gratis Solusi Pasien TBC di Indonesia

DOTS digulirkan untuk menekan angka pasien TBC di Indonesia

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Christiyaningsih
Pasien Tuberkulosis melihat hasil ronsen dadanya. Indonesia, India, China, menjadi tiga negara penderita TBC terbesar dunia.
Foto: EPA
Pasien Tuberkulosis melihat hasil ronsen dadanya. Indonesia, India, China, menjadi tiga negara penderita TBC terbesar dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Penyintas yang enggan berobat ke layanan kesehatan karena persepsi pengobatan mahal menjadi faktor pemicu tingginya angka kematian akibat penyakit TBC dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini menjadi sangat ironis mengingat fakta pengobatan TB diberikan cuma- cuma alias gratis. 

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memiliki program Directly Observed Tratment Short-course (DOTS). Ini adalah program pemberian obat- obatan yang bersifat jangka panjang (enam hingga delapan bulan) dan harus dihabiskan atau dituntaskan.

“Program ini gratis namun karena persepsi masyarakat (penyintas) TB yang keliru, dampaknya cukup memprihatinkan,” ungkap Perawat Senior Rumah Sakit Islam (RSI) Sultang Agung Semarang, Sri Subekti, saat memberikan materi edukasi kesehatan. Edukasi kesehatan ini dihelat dalam rangka peringatan Hari TB Sedunia di RSI Sultan Agung, Senin (25/3).

Masalah lain yang juga memerlukan perhatian khusus, lanjut Subekti, adalah resistensi pengobatan TB yang memerlukan jangka waktu lama. Sehingga, kerap menimbulkan beban bagi pasien. Pada praktiknya pasien pun sering lupa minum obat secara teratur dan tuntas atau bahkan juga meninggalkan proses terapi. Akibatnya bakteri dalam tubuh penyintas bisa berkembang lebih jauh dan resisten dari berbagai obat.