REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sebagian besar calon ibu tak menyadari kemungkinan mereka bisa meninggal saat melahirkan. Data the Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat (AS) menyebut 700 perempuan meninggal saat persalinan setiap tahunnya. Sebanyak 50 ribu di antaranya hampir meninggal karena komplikasi dan pendarahan hebat.
AS adalah negara maju yang risiko kematian ibunya terus meningkat, bahkan lebih buruk dibanding 20 tahun lalu. Tren seperti ini berlawanan dengan misi internasional yang terus berusaha menurunkan angka kematian ibu saat melahirkan di negara-negara maju lainnya. Pertanyaannya, mengapa ini bisa terjadi? Mengapa masih banyak ibu sekarat saat melahirkan?
Dilansir Psychology Today pada Jumat (10/5), salah satu alasan utama adalah banyak rumah sakit belum memiliki protokol efektif untuk melindungi ibu dari komplikasi persalinan. Banyak praktisi medis bekerja di bawah asumsi bahwa wanita jarang meninggal karena melahirkan. Mereka lebih memerhatikan komplikasi bayi ketimbang komplikasi ibunya.
Penyebab lain juga berhubungan dengan meningkatnya operasi c-section yang memicu banyak komplikasi, seperti pendarahan dan pembekuan darah. Induksi juga meningkatkan pendarahan postpartum lebih tinggi, bahkan pada pasien berisiko rendah. Obesitas adalah penyebab lain yang memicu komplikasi wanita saat melahirkan akibat tekanan darah tinggi atau preeklampsia.
Menurut CDC, wanita Afrika-Amerika tiga sampai empat kali lebih mungkin meninggal karena komplikasi selama kehamilan atau persalinan dibanding wanita berkulit putih atau hispanik. Tren serupa berlaku juga untuk bayi mereka. Para peneliti berpendapat stres juga memicu kecemasan dan tekanan darah tinggi dan pada gilirannya dikaitkan dengan komplikasi saat hamil dan bersalin.