Selasa 09 Jul 2019 06:36 WIB

Frekuensi BAB yang Normal Menurut Sains

Frekuensi BAB normal untuk tiap orang bisa bervariasi

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Christiyaningsih
Toilet pria (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Toilet pria (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiap orang memiliki kebiasaan buang air besar (BAB) yang beragam. Ada yang melakukan BAB satu kali per hari, namun ada pula yang hanya melakukan BAB sebanyak satu kali per pekan. Seperti apa sebenarnya frekuensi BAB yang normal?

Tim peneliti dari King's College menemukan bahwa frekuensi BAB normal untuk adalah tujuh kali per pekan. Akan tetapi, frekuensi BAB yang kurang dari itu juga bisa dikatakan normal menurut ahli yang lain.

Baca Juga

Dengan kata lain, frekuensi BAB normal untuk tiap orang bisa bervariasi. Tak ada angka spesifik untuk frekuensi BAB normal dalam satu hari maupun satu pekan.

Hal yang terpenting adalah mengenali frekuensi BAB normal diri sendiri. Dengan begitu, seseorang dapat segera menyadari jika mengalami masalah BAB.

Scientific Director YorkTest Laboratories Gill Hart mengatakan yang perlu diwaspadai adalah frekuensi BAB yang sangat jarang atau terlalu sering. Kedua hal ini dapat mengindikasikan adanya masalah pada pencernaan maupun adanya intoleransi terhadap makanan tertentu.

"Ada banyak alasan mengapa seseorang bisa memiliki pergerakan usus yang tak beraturan. Dari menyantap makanan yang salah hingga tidak mendapat cukup minum atau hanya karena tidak cukup berolahraga," terang Hart seperti dilansir Mirror.

Terlepas dari itu, frekuensi BAB yang jarang terbukti secara lmiah dapat memengaruhi suasana hati. Hal ini dikarenakan sekitar 90 persen dari 'hormon bahagia' atau serotonin bertempat di usus.

"Karena itu, penting untuk memastikan bahwa semuanya selaras dan Anda menerapkan pola makan yang seimbang," jelas Hart.

Memiliki pergerakan usus yang teratur dan frekuensi BAB yang rutin akan membuat seseorang merasa lebih ringan dan berenergi. Selain itu, frekuensi BAB rutin juga dapat membuat seseorang bisa lebih menikmati santapannya.

"Jika ada kekurangan asupan serat atau cairan dalam pola makan, feses akan bergerak lebih lambat," ujar Hart.

Kondisi ini dapat membuat ukuran feses menjadi lebih kecil dan tekstur feses menjadi lebih keras. Akibatnya feses akan menjadi lebih sulit untuk bergerak. "Hasilnya adalah sembelit dan secara umum merasa lesu," tukas Hart.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement