Ahad 27 Oct 2019 20:58 WIB

Hal yang Perlu Diperhatikan Penderita Thalassaemia

Penderita thalassaemia perlu memperhatikan asupan gizi hingga berat badan.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nora Azizah
Pasien thalassaemia (Ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Pasien thalassaemia (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Thalassaemia Indonesia (YTI) menyebut sebanyak 9.028 orang tercatat menjadi penderita thalassaemia atau kelainan darah di Indonesia pada 2018. Semakin dewasa usia penderita thalassaemia, permasalahan yang muncul semakin kompleks juga.

Penderita thalassaemia di bawah usia 20 tahun biasanya hanya mengatasi masalah transfusi darah. Namun, ketika penderita berusia di atas 30 tahun, mereka harus pintar menjaga berat badan untuk menjaga kebutuhan transfusi darah.

Baca Juga

"Belum lagi menjaga rasa percaya diri penderita, ketika bekerja. Selain itu, biasanya penderita harus rutin mengonsumsi obat kelasi besi," kata perwakilan YTI Pusat Irman Sujarwadi dalam 'Talkshow and Screening Thalassaemia' di Kantor Wali Kota Jakarta Timur, Ahad (27/10).

Irman mengatakan, penderita thalassaemia harus selalu memperhatikan asupan gizinya. Namun di sisi lain, mereka tidak disarankan mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi. Penderita thalassaemia harus rutin melakukan cek kadar zat besi setiap tiga bulan sekali.

“Harus rutin cek, agar tahu zat besi di badan seperti apa kondisinya. Kalau kelebihan, efeknya bisa osteoporosis, dan banyak komplikasi yang muncul,” ujar dia.

Berdasarkan data yang dihimpun YTI, Palang Merah Indonesia (PMI) harus menyediakan sekitar 1.200 kantong darah per bulan untuk memenuhi kebutuhan tranfusi. Data akan meningkat setiap tahunnya karena anak-anak tak lepas dari transfusi darah.

"Setiap dua minggu kita butuh kantong darah yang cukup banyak. PMI sediakan 1.200 kantong setiap bulan,” lanjut Irman.

Irman mengatakan, besarnya kebutuhan terhadap kantung darah memungkinkan suatu fase di mana PMI mengalami krisis darah. Karena itu, menurut dia, perlu ada pencegahan yang serius terhadap thalassaemia di Indonesia.

'Talkshow and Screening Thalassaemia' merupakan kerja sama antara komunitas Backpacker Jakarta #20 dengan YTI. Diskusi yang kebanyakan dihadiri generasi milenial itu menyasar pentingnya screening  untuk deteksi dini thalassaemia atau kelainan gen bawaan itu.

Ketua panitia sekaligus perwakilan Backpacker #20 Claudia Nesza Arychanna menjelaskan acara diskusi tersebut bertujuan mengedukasi generasi milenial tentang thalassaemia. Sebab, generasi milenial menjadi titik awal lahirnya calon-calon penderita atau pembawa gen thalassaemia itu.

“Bukan hanya generasi milenial yang tak tahu tentang thalassaemia, orang tua juga banyak yang belum tahu,” ujar Nesza.

Berdasarkan data, thalassaemia menjadi penyakit keempat besar yang menyedot biaya BPJS Kesehatan. Karena itu, adanya diskusi tersebut dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menekan faktor pertumbuhan thalassaemia di Indonesia.

Peserta diskusi berasarl dari komunitas Backpacker Jakarta, Perhimpunan Orang Tua Penderita Thalassaemia Indonesia (POPTI), dan YTI. Selain talkshow, ada proses screening bagi peserta, serta pemberian donasi untuk membeli pompa suntik. Pengumpulan donasi dilakukan selama dua bulan oleh komunitas itu dengan penjualan bunga rutin setiap Sabtu, penjualan baju layak pakai pada Ahad, dan keuntungan biaya perjalanan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement