REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Wilayah Timur Indonesia semakin seru untuk dieksplorasi dengan festival budaya. Salah satunya adalah Pulau Buton di Sulawesi Tenggara, yang bakal menjadi alternatif wisata ideal untuk keluarga.
Ada Festival Budaya Tua Buton yang siap menyapa 19-25 Agustus 2017. Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Kemenpar, Esthy Reko Astuti yang didampingi Kabid Wisata Budaya Wawan Gunawan, Selasa (13/6), mengatakan Kementerian Pariwisata bersama Pemerintah Kabupaten Buton sudah menyiapkan beragam atraksi yang seru di Festival Budaya Tua Buton. "Dijamin meriah,” katanya.
Pertama, ada Festival Dole Dole. Ini merupakan tradisi tua berupa imunisasi alamiah bagi masyarakat Buton yang diwariskan secara turun temurun. Prosesi ini dilaksanakan untuk anak yang berumur di bawah 5 tahun. Biasanya dilengkapi dengan pemberian nama bagi anak. Pada tahun 2017 ini penyelenggaraan Festival Dole Dole bakal menyentuh 200 anak balita.
Acara lain yang tak kalah serunya adalah Festival Posuo (Pingitan). Ini merupakan tradisi pingitan bagi gadis remaja masyarakat Buton sebelum memasuki usia dewasa. Pada masa lampau, kegiatan pingitan ini dilaksanakan selama 40 hari, setelah itu menjadi tujuh hari, dan saat ini dapat dilaksanakan hanya empat hari lamanya.
“Ini sekaligus untuk melestarikan tradisi tua masyarakat Buton yang diwariskan turun temurun. Di 2017 ini Festival Posuo diikuti 200 gadis remaja,” ujar wanita berkerudung itu.
Di urutan nomor tiganya, ada pelaksanaan ritual Tandaki. Ini merupakan sunatan tradisi Buton. Ritual Tandaki diperuntukan bagi anak laki-laki yang telah memasuki masa aqil balik, yang melambangkan anak laki-laki tersebut berkewajiban untuk melaksanakan segala kebaikan dan menghindari yang terlarang.
“Asal tahu saja, sunatan ini sudah dilakukan ribuan tahun silam bahkan sebelum Islam masuk ke Buton. Di zaman dulu pakai bambu, tapi kini sudah memakai tenaga medis. Di 2017 ini yang disunat 200 anak,” ujar Wawan Gunawan.
Setelah itu, ada Festival Pekande-Kandea yang bisa dinikmati. Ini merupakan tradisi menyambut para pejuang yang kembali dari medan pertempuran. Dalam bahasa Buton sering juga disebut Bongkaana Tao.
“Ini semacam makan bersama. Tempat makannya unik, yakni bernama talang yakni nampan berkaki,” ujar Wawan.
Suguhan kulinernya diijamin menggoyang lidah. Ada ikan dole berupa ikan kecil-kecil dan ditumbuk dengan kelapa. Lalu ayam nasuwolio yang bentuknya ayam goreng juga dengan kelapa. Belum lagi kue-kue tradisional dari bolu sampai baruasa.
Dan di acara puncaknya, ada tarian kolosoal yang diperagakan 10 ribu orang. Lokasinya di depan panggung utama dan para penonton bisa melihat dari ketinggian.
“Dan dalam rangkaiannya ada juga pameran Buton Expo. Malam harinya, ada malam hiburan rakyat berupa lomba-lomba kesenian daerah dan penampilan artis ibukota dan lokal,” kata Wawan.
Menteri Pariwisata Arief Yahya pun merespon positif rencana even budaya ini. Menurutnya, festival yang baik tidak saja melestarikan budaya tetapi juga ada nilai keekonomiannya.
“Semakin banyak festival, semakin ramai, semakin menghidupkan ekonomi masyarakat. Karena itu, bisa semakin menyejahterakan rakyatnya. Jangan lupa promosikan dengan pendekatan POP (pre-event, on-event dan post-event,) agar mencapai sasaran yang optimal,” kata Arief.
sumber : Kemenpar
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement