REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana darurat sebaiknya tak disimpan di dalam satu keranjang instrumen keuangan. Perencana keuangan Melvin Mumpuni mengatakan, memecah dana darurat ke dalam beberapa instrumen sangat berguna dalam proses pencarian ketika dibutuhkan.
Melvin mengakui, meletakkan dana dalam satu wadah tabungan memang praktis. Orang bisa dengan mudah mengambilnya ketika membutuhkannya, namun tabungan tidak memberikan nilai lebih untuk dana yang tersimpan.
"Saya sarankan untuk memecahnya ke dalam empat instrumen keuangan dengan alokasi sebesar 25 persen untuk masing-masingnya," ujar Melvin yang juga CEO Finansialku.
Di samping tabungan, Melvin menjelaskan, masih ada deposito, reksa dana pasar uang, dan emas yang bisa menjadi pilihan. Tingkat keamanan juga semakin meningkat dengan menyebar simpanan dana darurat. Jika terjadi hal yang tak diinginkan pada salah satu instrumen, kita masih memiliki simpanan di tempat lain.
Melvin mengatakan, menyimpan dana darurat dalam bentuk emas patut dipertimbangkan. Instrumen ini sangat berguna karena mengikuti inflasi yang ada.
Emas pun logam mulia sampai saat ini memiliki nilai tinggi dan mudah untuk ditukarkan, bahkan digadaikan. Melvin menyatakan, memasukan emas sebagai instrumen dana darurat merupakan keputusan bijak.
Apalagi, saat ini memiliki emas tidak hanya bisa dalam bentuk fisik saja. Dengan berkembangannya teknologi, seseorang bisa membeli dan memiliki emas dengan cara daring, salah satunya melalui aplikasi Treasury.
Aplikasi tersebut memungkinkan untuk orang membeli emas mulai dari harga Rp 20 ribu. Emas yang dibeli bisa dicetak atau tetap dalam bentuk digital saja untuk bisa langsung dijual kembali.
Chief of Brand Officer Treasury Narantara Sitepu mengatakan, saat ini jual beli emas melalui aplikasi mulai berjalan di Indonesia. Kelebihan dari memanfaatkan pembelian emas digital membuat penyimpanan lebih aman ketimbang bentuk fisik yang mudah hilang.