Kamis 01 Aug 2019 16:50 WIB

Bonsai Mang Elong Pikat Wisatawan Tangkuban Perahu

Mang Elong merupakan sedikit dari perajin bonsai yang berjualan di Tangkuban Perahu.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Reiny Dwinanda
Eli alias Mang Elong (45), salah seorang warga Cikole Kabupaten Bandung Barat pengrajin Bonsai di Kaki Gunung Tangkuban Perahu.
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Eli alias Mang Elong (45), salah seorang warga Cikole Kabupaten Bandung Barat pengrajin Bonsai di Kaki Gunung Tangkuban Perahu.

REPUBLIKA.CO.ID, CIKOLE -- Beberapa tahun ke belakang, sebagian masyarakat di Kampung Cikole, Desa Cikole, Kecamatan Cikole, Kabupaten Bandung Barat, ramai terjun menjadi pengrajin bonsai. Seiring waktu, pengrajin tersebut kini bisa dihitung jari.

Salah satu yang tetap konsisten menekuni bisnis tanaman bonsai adalah Eli (45). Mang Elong, sapaan akrab Eli, mengaku keterampilan membonsai didapatnya dari ayahnya yang juga seorang pengrajin bonsai.

Mang Elong menekuni bisnis tersebut sejak lulus sekolah dasar (SD) puluhan tahun silam. Jika tanaman bonsai menggunakan pot, maka ia memilih membonsai menggunakan bahan dasar kayu kisereh.

"Saya belajar dan mengenal membonsai dari kecil, warisan orang tua. Pas keluar SD langsung (bisnis) ke bonsai," ujarnya saat ditemui di kediamannya di RT 02 RW 07, Cikole, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (1/8).

Di rumahnya yang sekaligus dijadikan tempat produksi, Mang Elong membuat bonsai dengan kayu kisereh. Pemilihan bahan baku tersebut membedakannya dengan pengrajin lain. Lebih dari itu, ia mengatakan bahwa kayu kisereh memiliki aroma wangi dan tahan air.

"Kayu dapat dari area pesawahan atau sungai di wilayah Cikole," ujarnya.

Mang Elong menuturkan, pot berbahan baku kayu kisereh pun menyesuaikan dengan kondisi asli kayu. Ia hanya mengerik bagian kayu yang keras agar lebih halus lagi.

"Kayunya itu dikerik dan dibersihkan. Waktu pengerjaannya bervariasi, bisa setengah jam, dua jam, tiga hari, bahkan satu minggu," ujarnya sambil memperlihatkan kayu-kayu kisereh yang sudah berbentuk meja dan kursi.

Mang Elong mengatakan, seluruh kayu tersebut dibersihkan dan dipahat untuk dibuat kerajinan, seperti meja, kursi atau pun bahan pot untuk bonsai. Ia mengaku menjual produknya di Taman Wisata Alam (TWA) Tangkuban Perahu.

Menurut Mang Elong, wisatawan manca negara banyak yang meminati karyanya. Akan tetapi, karena akan kesulitan membawa bonsai ke pesawat, turis asing kebanyakan urung membeli.

"Wisatawan manca negara yang membeli paling yang tinggal di Jakarta," ujarnya.

Mang Elong mengungkapkan, ramainya kunjungan wisatawan ke Tangkuban Perahu belum tentu berdampak ke penjualan hasil karyanya. Sebalinya, saat sepi, ada saja yang membeli bonsainya yang dijual mulai dari Rp 200 ribu hingga mencapai jutaan rupiah.

Dalam sepekan, Mang Elong membuat 15 tanaman bonsai dengan bahan baku pot kayu kisereh. Perajin yang belum menjual produknya secara daring itu mengaku sering mengikuti pameran bonsai, salah satunya di Kota Baru Parahyangan yang akan digelar Agustus.

Meski minim penerus pengrajin bonsai, dirinya berharap terus bisa maju dengan bisnis bonsainya. Dia berharap banyak wisatawan yang terpikat untuk membeli bonsainya.

Ketika Gunung Tangkuban Perahu erupsi pada Jumat (26/7) lalu, Mang Elong mengatakan beberapa bonsai miliknya mati karena tidak sempat diselamatkan. "Saat kejadian, posisi saya di objek wisata Orchid," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement