Rabu 09 Dec 2015 08:54 WIB

Persahabatan tak Selalu Jadi Modal Baik Perkawinan, Lho

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Tidak sedikit persahabatan yang berubah jadi perkawinan, rasa nyaman dari bersahabat dipandang sebagai modal kuat sebagai suami istri.
Foto: Republika/Prayogi
Tidak sedikit persahabatan yang berubah jadi perkawinan, rasa nyaman dari bersahabat dipandang sebagai modal kuat sebagai suami istri.

REPUBLIKA.CO.ID, Psikolog Klinis Dewasa, Untung Subroto Dharmawan mengatakan persahabatan bisa menjadi modal dasar yang baik untuk sebuah perkawinan tapi bisa juga tidak, tergantung kualitas dari persahabatan.

Dalam hubungan antarpribadi, seseorang biasanya akan melalui beberapa tahap antara lain yang pertama adalah tahap kontak, tahap dimana seseorang mulai mengenal orang lain melalui perjumpaan pertama.

Tahap ini biasanya dimulai dengan perkenalan pada seseorang yang dianggap menarik. Pada tahap ini seseorang akan melakukan penilaian terhadap orang yang baru dikenal tersebut.

Penilaian ini tidak hanya berdasarkan aspek fisik (menarik atu tidak menarik) tapi juga berdasatkan aspek kepribadian (hangat-ramah dan menyenangkan).  Ketika aspek ini terpenuhi maka hubungan antarpribadi ini akan berlanjut pada tahap yang berikutnya yaitu tahap keterlibatan, pada tahap ini seseorang akan mengenal lebih jauh dan dan dapat bergerak pada perilaku yang  bersifat romantis seperti  kencan (makan malam bersama-nonton fim dan lainnya), atau melakukan kegiatan atas kesamaan minat misalnya traveling, diving, kuliner dan lainnya.

(baca: Ini Dampak Positif Sexting Bagi Suami Istri)

Setelah tahap ini dilalui maka seseorang akan memasuki tahap keakraban. Pada tahap inilah seseorang akan merasa menjadi lebih dekat dan  mulai mengikat lebih jauh pada orang lain dan biasanya dengan jumlah yang terbatas.

“Jika keakraban ini didasari atas pertemanan, maka kedekatan ini akan menjadi persahabatan, tetapi jika kedekatan ini didasari atas perasaan cinta romantis akan terikat pada komitmen pacaran dan kemudian menikah,” ujarnya.

Ketika persahabatan terjadi maka banyak hal yang kita ketahui tentang sahabat kita tersebut misalnya sifat baik dan buruk, kelebihan-kekurangan, kekuatan dan kelemahan dan hal-hal lain yang bersifat fisik dan psikologis, bahkan kita dapat belajar hal-hal positif dari sahabat kita tersebut.

“Mengenal sahabat dengan baik, belajar dari sahabat dan menjalani persabahatan dengan kualitas yang baik dapat menjadi dasar bagi seseorang untuk mengenal orang tersebut. Ketika hal positif sudah kita dapati dari sebuah persahabatan dan menginginkan sahabat kita untuk menjadi sahabat sehidup semati dalam kehidupan rumah tangga kenapa tidak,” ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement