REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Putri desainer Anne Avantie, Intan Avantie menanggapi kekecewaan masyarakat Minangkabau atas kreasi 'Suntiang Minang' yang ditampilkan dalam ajang peragaan busana di Jakarta pekan lalu. Melalui peragaan yang ditampilkan artis Sophia Latjuba, tutup kepala menyerupai 'Suntiang Minang' dipadukan dengan kebaya yang tampilannya seolah terbuka di bagian punggung.
Putri perancang busana papan atas Indonesia itu beralasan kreasi tutup kepala 'Suntiang Minang' merupakan bagian dari seni. "Jika memang ada yang kurang berkenan, silakan tidak melihatnya saja," katanya kepada wartawan, Sabtu (7/4).
Intan memandang karya seni memiliki dimensi yang luas. Menurutnya, apa yang ditampilkan dalam pagelaran busana karya Anne Avantie tersebut merupakan kreasi budaya. Karena ajang tersebut merupakan pagelaran budaya, lanjutnya, maka karya yang ditampilkan juga berupa kreasi budaya, bukan pakem budaya. Itu pun, desain busana yang ditampilkan harus mengimbangi sense of fashion penikmat seni busana.
"Seni itu kan luas, tanpa batas, keindahan akan ditafsirkan keliru kalau kita melihatnya tidak dengan kacamata seni," katanya.
Intan melanjutkan, Anne Avantie merupakan pelaku seni yang ingin membalut keelokan perempuan Indonesia melalui kreasi kebaya. Ia meminta masyarakat memandang hal tersebut dengan lebih bijak dan mempertimbangkan faktor seni yang ingin ditampilkan. Meski begitu, ia menghargai perbedaan pendapat yang disampaikan masyarakat Minangkabau.
"Pastinya setiap orang punya cara pandang yang berbeda. Kami menghargai hal tersebut," katanya.
Intan juga merasa kekecewaan masyarakat terkait kreasi 'Suntiang Minang' dengan kebaya merupakan imbas dari polemik puisi Sukmawati Sukarnoputri yang juga viral.
"Kalau sekiranya kurang berkenan, mungkin tidak perlu dilihat, supaya tidak menimbulkan ketidaknyamanan," ulasnya.
Sebelumnya, Ketua Penasihat Bundo Kanduang Sumatra Barat Nevi Irwan Prayitno mengaku prihatin dengan kreasi Anne Avantie tersebut. "Sebab, pakaian tradisi Minangkabau tidak boleh dicampur atau dikreasikan dengan bentuk apa pun. Karena setiap busana dari Minang telah berlandaskan filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah," kata Nevi Irwan Prayitno.
Keberatan juga disampaikan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatra Barat. Ketua LKAAM Sayuti Datuak Rajo Panghulu, mengaku prihatin dengam kreasi busana yang ditampilkan Anne. Sayuti menegaskan, suntiang Minang memiliki fungsi penting dalam upacara pernikahan di Tanah Minang.
Ia mengingatkan, ragam busana perempuan Minangkabau sudah terbangun selama ratusan tahun. Akumulasi perkembangan budaya ini membuat busana di Minangkabau berlandaskan syariat Islam yang menutup aurat bagi perempuan.
Hal serupa juga berlaku untuk busana laki-laki Minangkabau. Menurutnya, bentuk dan corak pakaian adat suku di Minangkabau, pasti tertutup dan tidak ada yang mengumbar aurat.