Kamis 06 Sep 2018 09:35 WIB

Cara Adaptif Menanggapi Penolakan Sosial

Penolakan sosial bisa berimplikasi negatif terhadap kesehatan.

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ilustrasi.
Foto: Timesofindia
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian baru Tim Virginia Commonwealth University menyebutkan orang yang cenderung teguh pendirian, fokus, dan realistis lebih mampu mengatasi rasa sakit akibat penolakan sosial. Penulis utama Alexandra Martelli mengatakan penolakan orang lain atau penolakan sosial bisa berimplikasi negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan orang yang ditolak.

"Oleh sebab itu amat penting menemukan cara-cara adaptif dalam menanggapi penolakan sosial. Fokus dan konsentrasi mungkin salah satu strategi untuk meregulasi emosi seperti ini," kata Martelli, dilansir dari Science Daily, Kamis (6/9).

Penelitian berjudul 'When Less is More: Mindfulness Predicts Adaptive Affective Responding to Rejection via Reduced Prefrontal Recruitment' ini dipublikasikan dalam Jurnal Social Cognitive and Affective Neuroscience. Peneliti lain dari California University dan Kentucky University mencoba mencari tahu apakah konsentrasi dan sikap penuh kesadaran diri bisa menyangga rasa sakit akibat penolakan sosial.

Mereka melakukan eksperimen terhadap 40 mahasiswa S1 menggunakan pemindai MRI. Peneliti mengamati langsung aktivitas otak peserta saat memainkan permainan lempar bola virtual bersama lawan virtualnya.

Di sepertiga akhir pertandingan, peserta berhenti menerima lemparan bola dari pemain lain. Itu diibaratkan mereka menerima penolakan sosial. Setelah sesi pemindaian, peserta diwawancara langsung  tentang betapa tertekannya mereka selama pertandingan. Peserta dengan tingkat perhatian atau konsentrasi tinggi adalah pengecualian.

Hubungan antara konsentrasi dan berkurangnya tekanan sosial juga terlihat pada pencintraan otak. Peneliti menemukan ada aktivitas di korteks prefrontal ventrolateral kiri yang diketahu membantu regulasi menghambat hambatan fisik, sakit, dan sosial.

Peneliti juga memeriksa kontak anara korteks prefrontal ventrolateral dengan area otak lainnya ketika terjadi penolakan sosial. Mereka menemukan peserta yang lebih fokus menunjukkan kedua bagian otak ini tidak terlalu terhubung, sehingga tidak menghasilkan stres atau tekanan.

"Temuan kami menunjukkan orang-orang yang fokus dan terpusat perhatiannya tidak akan sesedih atau sesakit orang yang tidak fokus saat menghadapi penolakan sosial," kesimpulan peneliti.

Penelitian ini membantu menjelaskan mekanisme biologis dan psikologis mendasar, di mana konsentrasi dan kesadaran diri membantu seseorang mengatasi permasalahan pahit kehidupan, seperti penolakan sosial. Mereka yang fokus bisa mengatur emosi, saat mengalami hal-hal kurang mengenakkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement