Selasa 23 Oct 2018 06:39 WIB

Mengajarkan Anak Laki-Laki Memasak Sejak Dini

Memasak belum menjadi ranah yang dipandang wajar di masyarakat dilakukan oleh suami.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Memasak di dapur harus bisa dilakukan laki-laki dan perempuan.
Foto: Fshoq
Memasak di dapur harus bisa dilakukan laki-laki dan perempuan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia merupakan salah satu negara yang 75 persen pekerjaan rumah tangganya dibagi antara suami dan istri. Data tersebut berdasarkan studi HILL Asean di tahun 2018. Tingginya angka menunjukka tolok ukur dalam kesetaraan gender.

Tapi, studi yang sama mengindikasikan dalam rumah tangga urusan memasak masih didominasi istri. Hanya tiga dari 10 suami yang membantu istrinya di dapur. Artinya, kesetaraan gender telah berlaku di Indonesia, tetapi tidak di dapur.

Managing Director Nation Insight, Adrianto Reksodiputro, mengatakan budaya Indonesia memang tidak mengarahkan pada laki-laki yang suka memasak. Karena itu, pendidikan laki-laki memasak juga harus diberikan sejak kecil. Agar anak-anak laki bisa tumbuh sebagai sosok pria yang sanggup memasak bagi keluarganya.

Di sini peran seorang ayah di rumah untuk memberikan bimbingan dan contoh pada anak laki-lakinya dengan rajin membantu istrinya. Termasuk memasak di dapur.

Eko Bambang selaku Penggiat Aliansi Laki-Laki Baru menambahkan ada baiknya laki-laki memasak sudah diajarkan sejak kecil. Anak-anak mulai diajarkan dini soal masalah-masalah kesetaraan dan keadilan gender ini, anak itu sangat krusial.

Perempuan dianggap suka memasak karena orang tuanya memaksakan atau mengonstruksi sosok perempuan sebagai yang suka memasak. “Ini juga harus dibangun, kunci untuk membangun kesetaraan gender ini melalaui pendidikan anak-anak. Mulai dari anak laki-laki harus bagaimana, anak perempuan harus bagaimana, dimulai dari konstruksi.”

Cara lain adalah orang tua menjadi teladan anak. Kalau setiap hari ayahnya suka masak, mencuci piring, cuci baju atau hal lainnya, ini akan mempengaruhi pikiran anak-anak.

Anak laki-laki maupun perempuan akan berpikir. “Oh harus gitu ya sebagai bapak.”

Kesetaraan gender Eko mengakui laki-laki sering dianggap sekadar tidak bisa masak. Masak dianggap bukan keahlian laki-laki. Padahal laki-laki juga banyak yang jago dan sering masak. “Laki-laki perempuan punya kesamaan. Bisa masak bisa kerja. Potensi laki-laki terlibat urusan rumah tangga dan domestik juag ada. Selama ini tidak bisa dimunculkan,” ungkapnya.

Ia mengatakan selama ini memasak identik perempuan. Padahal banyak perempuan yang juga bekerja. Sepulangnya dari bekerja, perempuan masih disibukkan dengan urusan domestik seperti memasak. Pria atau suami yang bisa membantu urusan domestik membuat hubungan pasangan lebih harmonis.

Eko menyarankan, memberi apresiasi ke istri dengan hal-hal sederhana. “Perempuan suka berbagi. Kalau ada niatan suami mau ikut berbagi untuk memasak, tanya istri, dia akan memberikan penjelasan. Apalagi kalau ada bantuan alat,” tambahnya.

Ia menegaskan laki-laki juga harus terlibat untuk mengurusi tidak hanya urusan publik mencari nafkah. Tapi juga terlibat urusan rumah tangga. Sehingga kalau perempuan bekerja tidak perlu berpikir lagi soal rumah, soal anak dan sebagainya.

“Hal yang paling simpel dalam kesetaraan gender adalah urusan memasak, urusan anak dan sebagainya,” tambahnya. Laki-laki, sambung Eko, harus berani turun ke dapur. Agar masyarakat mengubah pikirannya dan memandang urusan dapur adalah tanggung jawab bersama, istri juga suami.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement