Senin 03 Nov 2014 12:00 WIB

DPR Harus Duduk Bersama

Red: operator
Sidang Pari Purna DPR-RI
Sidang Pari Purna DPR-RI

JAKARTA — Dualisme pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai sebagai catatan buruk sepanjang sejarah politik di Indonesia. Kekisruhan di parlemen saat ini akan berdampak pada buruknya keputusan-keputusan yang nantinya diambil DPR. “Setiap keputusan kurang mendapatkan legitimasi karena masing-masing (kubu) tidak akan mengakui keputusan pihak lain,” kata pengamat politik Dodi Ambardi, Ahad (2/11).

Dodi melihat pada dasarnya kedua kubu yang bertikai memiliki kekurangan masing-masing. Koalisi Merah Putih (KMP) mengabaikan etika dasar bahwa pemenang pemilu selayaknya berhak memimpin DPR. Namun, Dodi juga menilai, Koalisi Indonesia Hebat (KIH) seharusnya tidak perlu membentuk DPR tandingan. “Kedua kubu tersbut hanya berpijak pada aturan formal. Kalau tak dilarang undang-undang (UU), mereka merasa bebas berbuat apa pun" jelas Dodi.

Dodi menyarankan agar masing-masing kubu berlapang dada untuk mau mencoba saling bekerja sama.

Harapan itu juga disampaikan pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti yang meminta para anggota dewan dari kedua kubu koalisi dapat duduk bersama menyelesaikan kisruh di DPR. “Lebih baik duduk bersama dan mengocok ulang komposisi di komisi,” kata Ikrar, kemarin.

Pakar hukum tata negara Irmanputra Siddin menilai, saat ini tidak ada dualisme pimpinan DPR.  Kisruh di DPR, kata Irman, hanyalah perpecahan anggota dewan yang sulit menerima kenyataan. “KIH segeralah insaf dan terima kenyataan,” kata Irman.

Irman menegaskan, pimpinan DPR yang sah adalah yang dipilih dari usulan partai terbanyak dan telah dilantik oleh Mahkamah Agung (MA). Jika ada yang mengajukan pimpinan DPR tandingan, secara hukum ketatanegaraan, statusnya tidak sah. Ia menambahkan, jika kondisi seperti ini masih terus berlanjut, bisa saja kasus ini dibawa ke Mahkamah Kehormatan Dewan karena telah dianggap melanggar undang-undang.

Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edy Purdjiatno mengaku belum mendapat arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dualisme kepemimpinan yang saat ini tengah terjadi di DPR. Karena itu, ia mengaku kementerian akan menunggu DPR menyelesaikan konflik internalnya. “Belum ada arahan khusus dari presiden. Karena, saat rapat terakhir, belum muncul konflik seperti saat ini,” kata Tedjo kepada Republika, Ahad (2/11).

Menurut mantan kepala Staf TNI Angkatan Laut tersebut, Presiden Jokowi baru akan menggelar rapat kabinet lagi pada Senin (3/11). Tedjo menambahkan, pihaknya hingga kini juga belum menerima surat undangan untuk rapat koordinasi dengan DPR. Selama masih ada saling klaim antaranggota DPR, kata dia, rapat dengar pendapat dengan DPR belum akan digelar. “Sekarang kita mau datang kepada siapa? Kita tunggu saja sampai mereka selesaikan masalah internal.”

Pimpinan DPR menganggap tidak ada dualisme di parlemen meski KIH berupaya memilih pemimpin dan alat kelengkapan dewan. “Enggak ada masalah. Sudah, jangan diterusin lah mengangkat ini," kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kepada Republika, Ahad (2/10).

DPR yang diketuai Setya Novanto tidak menghiraukan langkah KIH karena sistem ketatanegaraan Indonesia tidak memungkinkan adanya dualisme parlemen. Langkah KIH dinilai tidak memiliki dasar hukum. “Dalam sistem tata negara kita, tidak mungkin. Benar, ini jadi tontonan. Tapi, itu karena kalian (media) juga," kata Fahri.

Tanpa punya dasar hukum, Fahri pun mengibaratkan KIH sebagai pemrotes di pinggir jalan.  Karena itu, Fahri mengatakan, tidak ada persoalan yang mengganggu kinerja DPR sejak KIH mengumumkan pemilihan pimpinan DPR dan alat kelengkapan dewan pada pekan lalu. Karena itu, DPR akan tetap bekerja dengan melakukan koordinasi dengan pemerintah.

DPR sudah merencanakan bertemu dengan beberapa kementerian koordinator pada pekan ini. Fahri juga yakin rapat koordinasi berjalan lancar dan menteri-menteri akan datang ke parlemen. “Enggak mungkin mereka tidak datang. Enggak akan. Jangan berandai-andai. Jadi, sudahlah," kata Fahri. n c16/halimatus sa'diyah/ratna puspita ed: andri saubani

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement