Panglima TNI Jendral TNI Moeldoko memeriksa pasukan Paspampres di Mako Paspampres Tanah Abang, Jakarta, Senin (3/3). (Antara/Wahyu Putro)
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemimpin yang terpilih dari pemilihan umum anggota lagislatif maupun pemilihan
presiden harus mengabdikan diri kepada negara.
"Seorang pemimpin, begitu dia diangkat, maka loyalitas pribadi dan kelompok harus ditinggalkan. Berganti menjadi loyalitas hanya kepada negara," kata Panglima TNI Jenderal Moeldoko, saat menjadi penanggap, dalam Konvensi Nasional Ikatan Alumni Lembaga Ketahanan Nasional XI (IKAL XI)
bertema "Jangan Salah Memilih Pemimpin", di Kantor Lemhannas, Jakarta, Rabu (26/03).
Selain loyalitas, Moeldoko juga meminta pemimpin yang terpilih nanti memiliki pandangan komprehensif mengenai politik luar negeri. Terpenting, katanya, pemimpin masa depan adalah pemimpin yang berupaya untuk mencari jalan damai dalam menyelesaikan persoalan. "Harus sejalan dengan prinsip zero prospect of war. Karena, jika pemimpin menginginkan perang, negaranya pasti tak akan maju," katanya.
Moeldoko mengatakan saat ini Indonesia masih termasuk ke dalam negara paradoksal. Sebagai negara demokrasi, kata dia, Indonesia selalu di antara tantangan dan aturan. Antara demokrasi dan stabilitas, serta antara menjadi pemenang dan memperbaiki bangsa.
Pada tataran demokrasi dan stabilitas, misalnya, TNI harus pandai bermain di ruang sempit. "Pada sisi demokrasi, TNI harus bisa mengawal. Tapi, begitu meleng sedikit, menjadi anarkis. Di sisi lain stabilitas tak bisa ditinggalkan," jelasnya.
Setelah reformasi, Moeldoko melihat demokrasi berjalan seperti air bah. "Yang harus kita tuju ke depan adalah mebuat negara kuat dan rakyat tetap berdaulat," katanya.