Petugas melakukan rekapitulasi suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014-2019 untuk TPS luar negeri (TPSLN) di Gedung KPU Pusat, Jakarta, Kamis (17/7).
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dosen Politik FISIP-Unair, Haryadi berpendapat hampir pasti verifikasi perhitungan hasil akhir pilpres secara nasional dapat diselesaikan KPU Senin (21/7) ini. Dia juga berkeyakinan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) keluar sebagai pemenangnya.
"Tapi, hampir pasti saksi dari Prabowo-Hatta akan menandatangani dengan sederet catatan atau tak akan mau menandatangani hasil akhir perhitungan di KPU," kata Haryadi, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (21/7).
Menurutnya, memang tak ada larangan UU untuk itu. Meskipun, kata dia,, hal itu tak akan memengaruhi keabsahan hasil yang akan ditetapkan KPU nantinya.
Haryadi berpendapat, jika saksi tandatangan dengan catatan atau saksi menolak tandatangan, itu pertanda kemungkinan mereka akan menggugat KPU ke MK atau sekadar melakukan bargaining position kepada pasangan Jokowi-JK yang menang agar dapat diberi jatah keikutsertaan mengelola kekuasaan. "Apa pun skenario tim yang kalah memang akan sedikit merepotkan KPU," ujarnya.
Menurutnya, lembaga dan masing-masing komisioner KPU, hingga gugatan ke MK, akan menghadapi cobaan tak sekadar berbasis argumen hukum, tapi berbasis "material" dari pihak penggugatnya. "Inilah bentuk cobaan akhir bagi integritas lembaga maupun personal KPU," ujarnya.
Di luar itu, kata Haryadi, cobaan yang tak kalah beratnya bagi KPU adalah menghadapi ancaman fisik yang bersifat laten maupun manifes, terskenario maupun tak terskenario. "Namun, di atas semua cobaan, saya percaya KPU lebih berkepentingan untuk kukuh mempertahankan integritas kelembagaan dan personalnya," ujarnya.