Kamis 06 Mar 2014 11:37 WIB

The Act of Killing (1)

Red: Maman Sudiaman
Muhmmad Subarkah
Foto: Republika/Daan Yahya
Muhmmad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah (Wartawan Senior Republika)

Luka sosial akibat prahara September 1965, di pedalaman Jawa Tengah bagian selatan masih terasa akut hingga akhir tahun 1970-an. Beban ini terasa menggelayut ditengah meratanya kemiskinan. Sebagian warga yang saat itu masih makan nasi campul ‘bulgur’ serta makan tempe bongkrek,  KTP-nya telah ditandai dengan tulisan 'ET'. Guru dan pegawai negeri tiba-tiba banyak yang mendadak menjadi pengangguran karena berstatus sebagai eks kader PKI. Sebagian diantara mereka ada yang sampai putus asa dengan nekad bunuh diri di palang kayu pintu rumahnya.

Situasi itu terekam diingatan dan pandangan mata saya dengan kuat. Pada suatu hari tiba-tiba ibu saya bercerita panjang lebar tentang sebuah rumah yang letaknya tak jauh dari masjid di sebuah kota 'kawedanan' di Banyumas, Ajibarang. Cerita ini merupakan kisah getir keluarga sepasang guru yang  tinggal di kota itu semenjak akhir tahun 1950-an.

''Saya ingat betul, sebelum peristwa G30 S PKI meledak, pada suatu siang para siswa di sekolah saya heboh karena ada orang yang menggali lobang di dalam  rumah yang katanya untuk mencari emas. Tak cukup dengan heboh, para siswa saya pun memaksa para guru untuk melihatnya. Maka ramai-ramai kami datang ke tempat itu,'' kisah ibu saya.