Kamis 09 Feb 2012 15:29 WIB

Dengan Apa Kita Mencari Ketenangan dan Ketentraman?

Ilustrasi
Foto: plancksconstant
Ilustrasi

Pagi ini, stasiun kereta api dipenuhi oleh ratusan karyawan yang hendak berangkat ke kantor. Tidak seperti biasanya, ternyata ada gangguan perjalanan kereta api sehingga jadwal pemberangkatan penumpang pun tertunda.

Banyak kegiatan yang dilakukan ketika menunggu "si ular besi" tersebut. Ada yang asyik membaca Koran, bengong atau ngobrol ngalor ngidul tanpa topik yang jelas, sekedar mengisi waktu. Saya sendiri mencoba mencari komunitas para ikhwan yang sering bareng dalam angkutan massal ini.

Ah, ternyata para ikhwan tengah ber-muroja’ah (mengulang-ulang hafalan Qur’an) dengan sesama ikhwan. Saya pun bergabung walau hanya mendengarkan hafalan mereka.

Lama kelamaan, serasa ada nuansa kedamaian dalam hati ini mendengar ayat demi ayat yang mereka lantunkan. Memang, jika kita mau menikmati dan menghayati bacaan yang ada dalam Al-Qur’an, dapat membawa hati ini dalam ketenangan, kedamaian serta ketentraman.

Ketenangan dan kedamaian menjadi sesuatu yang berharga dan mahal saat ini. Coba kita lihat, ketika weekend atau liburan panjang, tempat wisata dan tempat hiburan akan ramai dipadati. Dan jika ditanya apa alasan para pengunjung tersebut kesana, maka jawabannya hampir sama, yaitu refreshing agar pikiran kembali tenang serta jiwa kembali damai.

Ada pula temanku yang berkata, “sehari saja saya tidak mendengarkan musik, maka tidak ada ketenangan dan kedamaian dalam hidup ini.” Perkataan tersebut bukan tanpa alasan.

Beberapa bulan ini di Indonesia, Jakarta pada khususnya, kebanjiran penyanyi dan grup musik mancanegara. Kita akan takjub melihat antrian yang mengular hingga ratusan meter dan akan lebih takjub lagi saat mengetahui harga tiket yang dijual hingga mencapai jutaan rupiah.

Untuk apa semua itu dilakukan? Ya betul, untuk mengibur diri dan hati yang sudah penat, agar kembali tenang dan damai. Itu kata mereka. Kalaupun ada yang benar-benar merasakan hal tersebut di atas, maka dapat dipastikan bahwa itu merupakan ketenangan batin yang palsu dan semu. Sumbernya tentu berasal dari tipu daya setan dan bukan dari petunjuk Allah Ta’ala. Bahkan, ini termasuk perangkap setan dengan menghiasi amalan buruk agar telihat indah di mata manusia.

Sumber ketenangan jiwa dan ketentraman hati yang hakiki

Setiap orang yang beriman kepada Allah Ta’ala, wajib meyakini bahwa sumber ketenangan jiwa dan ketentraman hati yang hakiki ialah dengan berzikir kepada Allah Ta’ala, membaca al-Qur’an, berdoa kepada-Nya dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya.

Allah Ta’ala berfirman:

{الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ}

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS ar-Ra’du:28).

Artinya, dengan berzikir kepada Allah Ta’ala, segala kegalauan dan kegundahan dalam hati mereka akan hilang dan berganti dengan kegembiraan dan kesenangan. Tanpa mengeluarkan biaya yang besar.

Bahkan, tidak ada sesuatupun yang lebih besar dalam mendatangkan ketentraman dan kebahagiaan bagi hati manusia, melebihi berzikir kepada Allah Ta’ala.

Salah seorang ulama salaf berkata, “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini.”

Maka ada yang bertanya, “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia ini?”

Ulama tersebut menjawab, “Cinta kepada Allah, merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya.”

Adapun semua bentuk ketenangan, ketentraman, maupun kedamaian yang tidak bersumber dari petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun banyak tersebar di masyarakat muslim, maka semua itu merupakan amalan buruk. Tidak mungkin hal tersebut akan mendatangkan ketenangan yang hakiki bagi hati dan jiwa manusia, apalagi menjadi sumber penghilang kesusahan mereka.

Semoga, dengan tulisan ini, dapat menjadi motivasi bagi saya pada khususnya, serta sahabat-sahabat untuk meyakini indahnya memahami dan mengamalkan petunjuk Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hanya dengan itulah, seorang hamba bisa meraih kebahagiaan dan ketenangan jiwa yang hakiki dalam kehidupannya.

Wallahua’lam bisshowab.

Hari Limbarseno

Depok Maharaja, Depok

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement