REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Titi Anisah, S. Pd.
Pelajaran sejarah sering bergandengan dengan kata bosan. Kadang kalau ditanya anak-anak bagaimana belajar sejarah, jawaban yang sering muncul, ''Bikin ngantuk dan membosankan”. Sejarah adalah cerita masa lalu yang tidak hidup. Dokumen buku yang telah lampau. Hilang dalam pelajaran atau tergusur pelajaran favorit, mungkin hal ini berkaitan dengan metode pembelajaran.
Sejarah menjadi pesakitan karena kurang diminati. Sejarah menjadi pelajaran yang ke sekian. Bahkan pemerintah sendiri kurang memerhatikan. Berbeda dengan pelajaran MIPA yang sampai dibuatkan banyak perlombaan. Mendapat sambutan di setiap even dan menjadi kebanggaan. Sejarah terpinggirkan, hidup di museum tidak menjanjikan bagi yang mempelajarinya. Sehingga lengkap sudah sejarah menjadi pesakitan bagi siswa karena bosan memelajari dan pesakitan bagi sejarah karena kurang diminati “The Sick Subject”
Padahal sejarah adalah hal penting dalam berbangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah. Sejarah menjadi pelajaran dalam menyusun kerangka untuk menjadi bangsa lebih baik. Bangsa Jepang bangkit salah satunya adalah dengan menghargai bangsa leluhurnya, yaitu kaum samurai. Mereka menghidupkan nilai-nilai kebaikan bangsa asalnya. sebelumnya hingga menjadi budaya yang kukuh dan diinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari. Penekanan budaya samurai langsung oleh Kaisar Jepang ketika itu.
Indonesia dan sejarahnya sangat agung dan penuh dengan nilai. Keagungan nilai para pahlawan, tenggelam oleh penyajian yang seadanya. Para pewaris, generasi muda hanya mengenal lewat foto yang tergantung di dinding sekolah.
Berbagai model pembelajaran dihadirkan. Model pembelajaran supaya tidak membosankan adalah dengan menghidupkan sejarah. Menghidupkan sejarah dalam pelajaran dengan berbagai macam model pembelajaran. salah satunya dengan model sosiodrama.
Model pembelajaran sosiodrama dengan cara mendramakan materi pelajaran dengan demontrasi peran. demontrasi peran sesuai dengan sejarah yang sedang dipelajari. Tujuan model pembelajaran selain belajar memahami juga siswa diajak mengenali nilai-nilai dan sikap-sikap lebih riil misalnya dengan menghidupkan tokoh.
Salah satu contoh adalah kisah tentang Perang Diponegoro. Seorang siswa akan menjadi narrator, kisah sesungguhnya Perang Diponegoro, tahun, tokoh-tokoh, kisah-kisah dijelaskan lagi oleh narrator. Tokoh Diponegoro dengan segala sikap dan atribut. Para pemain peran akan belajar watak-watak dan menginternalisasi dalam dirinya.
Hal ini akan memudahkan untuk mengingat nama tokoh. Proses permainan ini melibatkan seperti drama dengan sehingga tidak hanya tokoh saja tapi tempat, suasana, alur cerita, Guru mereview proses sosiodrama dalam bentuk feedback tentang sejarah secara utuh, nilai-nilai, bahkan memberikan satu usulan sebagai idola dalam kehidupan sehari-hari. Selesai sudah belajar menginternalisasi secara tidak langsung. Akhirnya siswa tidak merasa sedang diajar tapi memberikan bermain. hal ini akan lebih masuk ke dalam alam bawah sadar.
Sehingga istilah the sick subject tidak ada lagi dalam kamus belajar belajar sejarah. Sejarah tidak lagi menjadi pesakitan karena kurang diminati. dan pembelajaran sejarah tidak menjadi pesakitan karena kebosanan.
Penulis adalah Guru Bahasa Indonesia di SMPIT Ruhul Jadid Boarding School