Selasa 02 Jun 2015 06:13 WIB

Kala Subuh di Masjid Salman ITB

Red: M Akbar
Koridor Masjid Salman ITB
Foto: salmanitb.com
Koridor Masjid Salman ITB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Widdi Aswindi

Hari ini kesombongan itu luluh lantak. Hari ini juga hikmah itu kembali datang. Ia datang lewat seorang manusia berjaket himpunan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB). Masih belia usianya yang kutaksir baru berkepala 20-an tahun. Sudah dua hari ini, sang pemuda itu berada disampingku. Kami tak berkata-kata, kecuali hanya senyum yang terlempar tat kala mata kami saling bersitatap.

Momentum itu tersaji di kala subuh datang memanggil di Masjid Salman ITB -- ruang peribadatan sekaligus komtemplasi yang pernah menjadi tempat persinggahanku semasa kuliah dulu.  Masih di masjid ini, aku merasa mendapatkan kembali ruang introspeksi diri yang maksimal.

Sungguh tak dinyana, mahasiswa pintar yang bergelut dengan usaha meraih masa depannya justru menjadikan masjid ini sebagai tempat tidurnya. Kulihat dia tertidur dalam keadaan tertunduk, sambil menunggu kumandang azan subuh memanggil. Dalam tidur menanti azan itu, kulihat ia melindungi sebuah harta paling berharga yang dimilikinya berupa tas berisi laptop dan beberapa lembar pakaian.

Di sisi tubuhnya itu, terlihat juga botol air mineral berukuran 1 liter yang berisi air sekira hanya seperempat bagian saja yang tersisa. Ia kerap meminum air itu sebagai tambahan energi setiap pagi datang menyapa. Kukira juga, mungkin air isi ulang itu didapatkannya dengan cara memasak sendiri, entah dimana.

Esok paginya beraktifitas seperti biasa, tanpa terlihat bahwa malam harinya dialah sang penunggu masjid sesungguhnya. Dalam hati kecilku berbicara. Terselip juga rasa takjub sambil berdoa, semoga anak muda inilah yang kelak menjadi tiang-tiang penyangga republik Indonesia ke arah lebih baik. Semoga juga Allah memberikan kemudahan dan kemuliaan baginya mengejar cita-citanya yang aku tak tahu seperti apa.

Tapi dari pemuda itu aku sungguh mendapatkan keteladan dan pembelajaran hidup. Dalam kesederhanaan dan kesungguhan hidup untuk menjadi lebih baik, ia seperti tidak tergoda dengan kemewahan dan keberadaan dunia yang semu ini.

Sungguh nasib kita jauh lebih baik maka nikmat mana lagi yang harus kita dustakan. Mari kita cukupkan kehendak aneh-aneh dalam diri ini. Lunturkanlah kesombongan menjadi merasa lebih baik.

Buanglah kemampuan sok lebih tahu yang kita miliki dalam hal apapun. Marilah bersama kita bergandengan tangan mengupayakan hidup penuh kesungguhan tanpa banyak harus menghakimi orang lain. Dan itu aku temukan melalui sekelebat teladan dari sang pemuda harapan bangsa yang ada di Masjid Salman ITB. Semoga...

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement