Rabu 17 Jan 2018 14:21 WIB

Petani Butuh Kepastian Harga Pascapanen

Wakil Ketua Umum HMPI / Staf Ahli Ekonomi Maritim Asosiasi Pemerintahan Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (ASPEKSINDO) Hendra Nazif
Foto: dok. Istimewa
Wakil Ketua Umum HMPI / Staf Ahli Ekonomi Maritim Asosiasi Pemerintahan Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (ASPEKSINDO) Hendra Nazif

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Hendra Nazif *)

Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia (HMPI) menilai, kenaikan harga beras saat ini yang mencapai Rp 12 ribu per kilogram (kg) untuk kategori medium, sudah tidak logis. Pemerintah sebetulnya bisa mengatasinya, antara lain, dengan cara mengubah pola subsidi pupuk menjadi subsidi harga pascapanen. Dengan demikian kebijakan itu akan mendapatkan kepastian harga yang terbaik secara otomatis kesejahteraan petani terjamin.

Coba bayangkan, harga beras sekarang ini, sangat tidak logis. Dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp 9.450 untuk beras medium, tapi harga gabah sudah di atas Rp 5.000. Selisih ini menjadi jawaban ketidakadilan ekonomi di negara kita.

Selain itu, untuk mengatasi ketidakpastian harga pascapanen, subsidi sebaiknya dialihkan saja ke pascapanen. Pemerintah, misalnya, memanfaatkan dana subsidi itu untuk membeli gabah hasil panen para petani. Maka, bila harga gabah yang semula dipatok Rp 3.700 per kilogram, dibeli pemerintah dengan harga Rp 5.000 sampai Rp 6.000 per kilogram.

Dengan pola ini, maka tidak akan terjadi gejolak harga karena pemerintah bisa menjaga harga gabahnya pada tingkat yang terjangaku oleh petani. Dana pemerintah juga bisa dirasakan langsung oleh petani, karena yang diinginkan oleh para petani adalah melindungi harga pasca panen.

Apalagi, perihal pupuk ini, juga kerap menimbulkaan persoalan bagi petani, terutama dalam hal distribusinya yang tidak bagus. Pada saat petani butuh pupuk, barangnya tidak ada.

Itu pun jika pupuk ada, biasanya datang terlambat. Ini yang sering terjadi dan dikeluhkan di mana-mana. Harus ada evaluasi untuk perbaikan distribusi.

Kalau memang subsidi ini tidak bisa memberikan keuntungkan dan manfaat besar kepada petani, mungkin sebaiknya tidak perlu diberikan. Kementerian Pertanian mengalokasikan anggaran subsidi pupuk sebesar Rp 31,26 triliun kepada petani setara 1,85 juta ton.

Dari anggaran tersebut, 855 juta ton dialokasikan untuk pupuk pakai, dan satu juta ton untuk dijadikan sebagai cadangan. Dengan adanya pupuk bersubsidi, petani pun dapat membayar dengan harga yang murah, yakni Rp 1.790 atau Rp 1.800 per kilogram untuk pupuk, sementara harga pasar mencapai Rp 4.800 per kilogram. Namun, karena distribusinya hampir selalu bermasalah, maka subsidi itu sering menjadi tidak bermanfaat.

Daripada subsidi pupuk lebih baik harga pascapanennya yang diperbaiki. Untuk mengatasi persoalan harga beras yang selalu muncul setiap tahunnya, pemerintah segera memperbaiki menyeluruh tata niaganya melalui pembenahan regulasi dan sektor hulunya. Yang terpenting adalah regulasinya. Baik regulasi di tahap peredaran beras maupun pengawasannya. Selama ini belum maksimal.

Perbaikan regulasi itu termasuk juga harus jelasnya aturan main dari mulai budidaya, pascapanen, hingga tata niaga atau proses penjualan. selain di hulunya masalah permodalan bagi petani.

*) Wakil Ketua Umum HMPI / Staf Ahli Ekonomi Maritim Asosiasi Pemerintahan Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (ASPEKSINDO).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement