Sabtu 01 Feb 2025 07:21 WIB

Mengapa Bulan Syaban Istimewa?

Syaban berasal dari kata akar.

Ilustrasi Bulan di Tahun Hijriyah
Foto: Dom
Ilustrasi Bulan di Tahun Hijriyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di bulan Syaban ini, masyarakat Muslim mengisinya dengan berbagai amal ibadah. Apa sebetulnya yang membuat bulan Syaban ini memiliki keutamaan besar dalam Islam?

Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftahul Huda menjelaskan, Syaban secara bahasa berasal dari kata 'Syakbun' yang berarti akar. Akar itu sifatnya berserabut, berserakan, dan tidak menyatu. Syakbun juga berarti kaum atau bangsa.

Baca Juga

"Kemudian kata Syakban ini dijadikan nama bulan ke delapan dalam kalender hijriah yang jatuh sesudah bulan Rajab dan sebelum bulan Ramadhan," kata dia beberapa waktu lalu.

Kiai Miftah juga menyampaikan beberapa hal yang menjadi faktor bulan ini dinamai Syakban. Pertama, orang-orang biasanya berserakan di Syakban untuk melakukan penggerebekan dan perkelahian setelah mereka selama bulan Rajab dilarang melakukan pertumpahan darah. Bulan Rajab bagi orang Arab adalah bulan suci di mana konflik kekerasan tidak diizinkan di bulan ini (asyhuru al-hurum).

Kedua, orang-orang biasa menyebar di bulan Syakban untuk mencari air. Ketiga, Tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan munculnya cabang-cabang di bulan ini. Jadinya tanaman tersebut bercabang-cabang. Keempat, dinamai Syakban karena muncul di antara bulan Rajab dan Ramadhan.

Kelima, yaitu waktu berkumpul, karena di dalam bulan Syakban berkumpul kebaikan yang banyak sekali seperti bulan Ramadhan, baik yang berdimensi ritual keagamaan maupun sosial. Sehingga orang Arab banyak yang menamainya dengan Syakban.

Kiai Miftah juga menguraikan, dalam sejarah kenabian, pada bulan Syakban tercatat ada peristiwa penting yaitu perintah dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya untuk mengubah arah kiblat dalam shalat dari arah Masjid al-Aqsha di Kota Quds ke arah Ka’bah di Kota Makkah.

Peristiwa tersebut terjadi pada saat shalat Dzuhur di tanggal 17 Syakban tahun 8 setelah Hijrah. Peristiwa pengalihan arah kiblat ini mengandung hikmah ilahiyah yaitu Allah ingin menampakkan kepada Nabi Muhammad SAW mana orang-orang yang benar-benar beriman pada ajaran yang dibawa oleh nabi, dan mana orang-orang yang ingkar kepadanya.

"Bulan Syakban mempunyai keistimewaan. Di antaranya, pertama, pada bulan ini amal perbuatan manusia kepada Allah SWT dicatat dan dilaporkan kepada Allah SWT," jelasnya.

Adapun dalam hadits riwayat Imam Nasa'i, dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Ini adalah bulan di mana manusia melalaikannya (dari amal sholeh). Ia adalah bulan antara bulan Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan di mana amal-amal akan diangkat kepada Tuhan alam semesta. Dan aku senang amalanku diangkat ketika aku berpuasa." (HR An-Nasai dan Abu Dawud)

Kiai Miftah menjelaskan, hadits tersebut secara tidak langsung mengisyaratkan untuk senantiasa memperbanyak amal dan perbuatan baik yang tidak terbatas dengan amal puasa, sholat sunnah, berzikir, membaca shalawat, maupun amal-amal sosial, seperti memperbanyak infak, sedekah, hadiah, dan lain-lain.

"Kalau pun kita tidak mampu untuk memperbanyak amal perbuatan yang baik, maka setidaknya kita mencegah untuk tidak berbuat durhaka kepada Allah SWT dengan tidak meninggalkan hal yang wajib, tidak menyakiti orang lain dengan tindakan fisik, ucapan, ujaran kebencian, mengadu domba, fitnah atau yang lainnya baik secara langsung maupun lewat media sosial," paparnya.

 

 

sumber : Dok Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement