REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Saat Republik ini berdiri hanya 5 persen masyarakat yang dapat membaca, angka buta hurufnya dahsyat, 95 persen rakyat buta huruf. Bayangkan betapa beratnya tugas para pemimpin Republik ini terdahulu, ketika itu rakyat nya bahkan tidak bisa menulis namanya sendiri.
Pendiri Republik ini memilih untuk optimistis. Bung Karno meluncurkan Gerakan Pemberantasan Buta Huruf (PBH) pasca kemerdekaan. Di Yogyakarta puluhan ribu orang datang. Bung Karno mengajak semua orang terdidik untuk ikut mengajar. Ia tak sedang menyelesaikan masalah sendiri, ia mengajak semua warga untuk terlibat.
Hasilnya mencengangkan, kini angka buta huruf kurang dari 8 persen. Tak banyak negeri yang dapat mengubah ketidak terdidikan total menjadi keterdidikan total. Melek huruf adalah langkah awal, langkah berikutnya adalah akses kependidikan berkualitas bagi setiap anak bangsa.
Peningkatan kualitas manu sia adalah kunci untuk mengu bah arah bangsa ini. Presiden Republik ini, Joko Widodo mengenalkan konsep Revolusi Mental.
Menurut Jokowi, nation building tidak mungkin maju kalau sekadar mengandalkan pe rombakan institusional tanpa melakukan perombakan ma nusianya atau sifat mereka yang menjalankan sistem ini.
"Sehebat apa pun kelembagaan yang kita ciptakan, selama ia ditangani oleh manusia dengan salah kaprah tidak akan mem bawa kesejahteraan. Sejarah In donesia merdeka penuh dengan contoh di mana salah pengelolaan (missmanagement) negara telah membawa bencana besar nasional."
Kunci revolusi mental tersebut ada pada pendidikan. Pendidikan adalah soal interaksi antar manusia. Interaksi antara pendidik dan anak didik. Anies Baswedan, Mendikbud, mengatakan bahwa guru adalah kunci pendidikan. Menurutnya wajah masa depan Republik ini ada di kelas kelas. Guru adalah pelukis masa depan Republik ini. Cara kita menghargai guru adalah cara kita menghargai masa depan.
Merevolusi Mental Guru
Mendikbud mengaku akan menurunkan konsep revolusi mental dalam dunia pendidikan di Indonesia. Namun, revolusi mental itu bukan difokuskan kepada anak anak, melainkan para pendidik. "Yang harus direvolusi mental adalah pen didiknya. Bukan anak yang menjadi fokus, melainkan gurunya. Saya melihat dalam konteks pendidikan, jangan lihat anak anak kita sebagai botol yang harus diisi sehingga harus diisi materi sebanyak banyaknya," kata Mendikdasmen dalam wawancara dengan Kom- pas dan Kompas.com di Jakarta, Selasa (11/11/2014).
Mantan Rektor Universitas Paramadina, Jakarta, itu juga menilai proses belajar anak anak tidak bisa disamakan dengan berlari sprint. tetapi, ia menganalogikan proses belajar mereka seperti berlari maraton yang stabil dan berkelanjutan. "Jangan sampai anak jadi lelah dalam proses belajar dan merasa bersekolah itu sebagai sesuatu yang membebani, belajar untuk sesuatu yang tak menyenangkan. Belajar harus menyenangkan dan membahagiakan," kata penggagas gerakan Indonesia Mengajar itu.
Ia menggarisbawahi pernyataan Presiden Jokowi yang disampaikan dalam berbagai kesempatan bahwa siswa SD dan SMP harus lebih dididik berdasarkan pengembangan karakter. Pada tingkat SMA dan perguruan tinggi, barulah peserta didik lebih dididik untuk orientasi prestasi. Mendikbud menyatakan bahwa bagaimanapun juga karakter itu dimulai dengan teladan, bukan semacam materi.Konsentrasi penyelenggaraan pendidikan harus pada pen didiknya.
Menurut Mendikbud, pendidik utama bagi anak usia SD dan SMP adalah orangtua. Oleh karena itu, pendidikan karakter tersentral di rumah. Sementara itu, guru guru hingga kepala sekolah berperan ketika si anak ada di sekolah. Guru, kata Mendikbud, harus mempunyai teladan yang baik sehingga siswa dapat menjadikan me reka sebagai panutan. "Karakter tidak bisa diajarkan lewat lisan dan tulisan semata, tetapi dengan teladan," ujarnya.
Terima Kasih Guru
Coba tanya pada kita, apakah kita bisa berkarya hari ini tanpa campur tangan guru? Setiap karya kita ada jejak nyata guru di dalamnya. Maka beri kehormatan pada guru guru kita. oleh karena itu, lanjut Mendikbud, sudah selayaknya jika kita mengucapkan terima kasih secara tulus kepada mereka, guru guru kita. Sikap
menghormati guru ini harus kita tumbuhkan, kita jadikan gerakan, sekaligus untuk menempatkan guru dalam posisi yang mulia di tengah masyarakat kita.
Mendikbud menambahkan, pendidikan merupakan gerak an semesta yang melibatkan semua pihak. tidak hanya pe merintah yang secara konstitusional memiliki tanggung jawab untuk memberikan layanan pendidikan yang baik, tetapi juga tanggung jawab moral setiap unsur bangsa Indonesia yang telah merasakan manfaat dari pendidikan.
Oleh karena itu, kata Mendikbud, spirit yang harus didorong dari bidang pendidikan ada lah semangat yang optimistik, memulai dengan mensyukuri perkembangan, memperbaiki kekurangan, dan mengajak semua turun tangan, termasuk dalam memperbaiki mutu guru. Semua pihak harus bergotong royong dan memikul bersama dalam membangun pendidikan kita ke depan agar menjadi lebih baik lagi.
Mendikbud berharap, pada momentum peringatan Hari Guru Nasional tahun ini, tumbuh kesadaran bersama dari segenap komponen bangsa kita untuk melakukan gerakan perbaikan mutu pendidikan secara menyeluruh, termasuk guru gurunya, agar ke depan lahir guru guru yang lebih hebat dan menginspirasi. Pasalnya, hanya di tangan guruguru hebat akan lahir generasi Indonesia yang berbudaya dan beradab di masa depan.