Senin , 30 Nov 2015, 16:55 WIB

Mentan: Jangan Terlalu Mempersoalkan Data Pangan

Rep: Sonia Fitri/ Red: Winda Destiana Putri
Setkab
Kantor Kementerian Pertanian Republik Indonesia
Kantor Kementerian Pertanian Republik Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman meminta agar urusan data pangan diserahkan ke Badan Pusat Statistik (BPS) dan jangan terlalu dipersoalkan.

Lebih baik berfokus pada peningkatan produksi, upaya mengendalikan impor pangan dan menggenjot ekspor.

"Jangan mengulang seperti kasus beras plastik tempo hari, tidak ada untungnya menanyakan yang begitu, coba sekali-kali tanya ekspor," katanya usai memberikan Penghargaan Abdibakttani 2015 di momen hari ulang tahun ke 44 KORPRI, Senin (30/11).

Ia menyebut, setahun pemerintahan di bidang pangan menunjukkan kinerja baik. Seluruh komoditas strategis naik produksinya di 2015. Seiring kenaikan produksi, ia menyebut nilai tukar petani juga meningkat. Di sampin itu, masih kata Amran,  impor terkendali sehingga berhasil menghemat devisa negara hingga Rp 52 triliun. Ekspor hortikultura khususnya bidang sayur dan buah pun meningkat sebanyak 30 persen.

Berdasarkan data yang diperoleh Republika dari Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan, terjadi penurunan impor di komoditas buah-buahan di antaranya pir, apel, jeruk, anggur, lengkeng dan yang lainnya. Pada 2014, impor pir sebanyak 66.052 ton dan pada 2015 menurun menjadi 56.578 ton. Untuk impor apel di 2014 sebanyak 98.527 ton dan di 2015 menurun menjadi sebanyak 55.039 ton.

Penurunan juga terjadi untuk komoditas anggur dari 39.758 ton di 2014 menjadi 31.052 ton di 2015. Impor lengkeng pada 2014 sebanyak 66.776 ton di 2014 dan menurun di 2015 debanyak 29.773 ton. Penurunan impor secara signifikan terjadi di komoditas jeruk. Pada 2015 per November impor terjadi sebanyak 43.302 ton, lebih rendag dari pada tahun sebelumnya yakni 118.201 ton.

Sebelumnya, Direktur Perbenihan Hortikultura Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan Sri Wijayanti Yusuf menyebut, sektor hortikultura terus diperkuat dengan paket kebijakan ekonomi. Khusus bidang hortikultura, tengah dirancang peraturan pemerintah (RPP) soal pembiayaan dan RPP Usaha Wisata Agro.

"RPP nya sudah sampai di Sekneg," katanya.

Pada intinya, RPP mengatur bagaimana suatu kawasan akan menambah fungsinya sebagai wisata agro. Kementan akan ambil bagian dari segi pengelolaan tanamannya, sedangkan Kementerian Pariwisata menyentuh sisi manajemen promosinya. Sementara untuk pembiayaan, RPP mengimbau agar segala perangkat pemerintah menyediakan fasilitas untuk air, pasar, dan segala kebutuhan hulu dan hilir produksi hortikultura lainnya.

"Kita mengajak kementerian lain merasa memiliki horti, airnya dari PU, pasar dari perdagangan dan perindustrian," ujarnya. RPP mengatur bagaimana mengajak dan meminta tanggung jawab bersama dalam urusan hortikultura, termasuk tanggung jawab dari  pemerintah daerah.

Sementara, divestasi industri hortikultura tidak masuk dalam paket deregulasi, tapi akan dimasukkan dalam peraturan menteri pertanian (Permentan). Posisi permentan, lanjut Sri, tinggal ditandatangani menteri agar porsi investasi pengusaha lokal minimal 70 persen dan asing 30 persen. Namun pelaksanaannya tertunda atas permintaan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Pengamat Pertanian dari IPB Hermanto Siregar meminta agar pejabat publik tak menyepelekan data pangan. Sebab, data pangan yang akurat penting untuk pengambilan kebijakan yang tepat.

"Kalau datanya salah, kebijakannya juga menjadi salah," katanya. Ia pun mengapresiasi laporan soal pengendalian impor di bidang hortikultura. Dengan syarat, laporan dibarengi data yang valid.

Video

Setjen DPR RI Komit Berdayakan Perempuan