Rabu 21 Jan 2015 12:36 WIB

Keberanian Jokowi

Surat penunjukan Komjen Polisi Budi Gunawan kapolri menggantikan Jendra Polisi Sutarman dari Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Foto: twitter
Surat penunjukan Komjen Polisi Budi Gunawan kapolri menggantikan Jendra Polisi Sutarman dari Presiden Joko Widodo (Jokowi)

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh Abdullah Sammy

In any moment of decision, the best thing you can do is the right thing, the next best thing is the wrong thing, and the worst thing you can do is nothing. (terjemah bebas: Dalam setiap momen pengambilan keputusan, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah berlaku benar, hal terbaik kedua adalah berlaku salah, dan hal terburuk adalah tidak melakukan apa-apa).

Pernyataan di atas pernah diucapkan presiden ke-26 Amerika Serikat, Theodore Roosevelt. Sebagai seorang pemimpin negara, Roosevelt sadar bahwa membuat keputusan pelik adalah hal yang jamak bagi seorang presiden sejati.  Dalam membuat keputusan pelik ini terkadang nilai salah dan benar teramat tipis.

Situasi tersebut yang kini dialami Joko Widodo (Jokowi).  Walau saat masa kampanye Jokowi banyak berbicara, "Ini perkara mudah..", nyatanya menjadi presiden tak semudah pencitraan di masa kampanye.

Keputusan pelik yang mulai menggoncang Jokowi adalah perihal kenaikan harga BBM. Keputusan yang diambil Jokowi tergolong berani, yakni menyerahkan kepada mekanisme pasar.

Walhasil, kata-kata Trisakti sudah jarang terdengar lagi saat dia menjabat sebagai penguasa. Malah kata-kata pasar yang kini akrab di telinga.

Keputusan pelik lain yang diambil Jokowi adalah perihal pencalonan kapolri. Secara kontroversial, Jokowi memilih orang yang sudah diketahuinya mendapat stabilo marah dari KPK, Budi Gunawan (BG).

Padahal, Jokowi pun sudah tahu bahwa stabilo merah yang diberikan KPK berarti yang bersangkutan akan jadi tersangka dalam tempo kurang dari setahun. Hal yang sudah ditegaskan KPK jauh sebelum Jokowi mengajukan BG sebagai calon kapolri.

Namun Jokowi bergeming. Dia kukuh mencalonkan BG sebagai aparat penegak hukum di negeri ini. Dan akhirnya apa yang dikatakan KPK pun terbukti, BG tersangka. Walhasil, Jokowi jadi tersandera akibat kebijakannya.

Jokowi tersandera sejumlah kepentingan yang harus dia hadapi. Kepentingan pertama adalah kepentingan partai pendukungnya yang ngotot mendorong BG. Di sisi lain, kubu oposisi juga mengamini agar Jokowi melantik sang calon kapolri.

Di sisi lain, kepentingan besar yang lain adalah derasnya tuntutan relawan dan rakyat kebanyakan yang meminta Jokowi mencabut pencalonan BG sebagai kapolri.

Di tengah keputusan pelik itu, Jokowi tak mengambil sebuah jawaban tegas. Sebaliknya, Jokowi mengambil sikap yang mengambang, yakni menunda. Itu artinya dia tak mengambil keputusan apa-apa, selain mengulur waktu.

Laiknya sebuah sidang di pengadilan, kasus pencalonan kapolri pun diskors sementara.  Orang bebas mengartikan apakah keputusan Jokowi ini laiknya pernyataan Roosevelt, "the worst thing you can do is nothing."

Terlepas dari keputusannya yang mengambang itu, Jokowi sempat mengeluarkan pernyataan yang menegaskan soal keberaniannya. Pernyataan soal keberanian disampaikan Jokowi kala dirinya dihadapkan pada pilihan pelik soal kapolri. 

"Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini," begitu Jokowi yang tertuang di laman Facebook pribadinya, mengutip perkataan Pramoedya Ananta Toer. 

Keberanian, seperti yang dikatakan Jokowi, memang banyak maknanya. Bisa makna keberanian itu positif maupun negatif. Keberanian yang positif adalah saat seorang pemimpin berani membuat keputusan sesuai dengan kata hati, bukan sesuai kata ibu suri. Keberanian sejati pun bisa diartikan sebagai seorang yang teguh memegang janji.

Sebaliknya, keberanian juga bisa bermakna negatif. Ini seperti keberanian membuat kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Atau keberanian mengangkat pejabat negara dengan moral tercela. 

Entah mana keberanian yang dimaksud Jokowi. Yang jelas sejak pemerintahan ini berdiri sekitar 90 hari lalu, sudah banyak keberanian yang ditorehkan Jokowi dan pemerintahannya.

Keberanian pertama adalah memilih kabinet yang dipenuhi orang parpol. Namun beberapa menteri Jokowi nyatanya ada yang mencatatkan keberanian positif, seperti menindak tegas pelaku pencurian ikan. 

Keberanian kedua adalah menyerahkan harga BBM pada harga pasar. Sekalipun begitu, Jokowi juga berani menjanjikan kebijakan soal harga BBM ini akan diimbangi pembangunan infrastruktur, seperti waduk.

Keberanian lain adalah memilih jaksa agung yang tak lain adalah politikus Nasdem. Belum cukup sampai di situ, Jokowi pun berani memilih hakim MK baru yang berlatar kader PDI Perjuangan.

Jokowi pun membuat kebijakan berani dengan mengeksekusi mati enam pelaku kejahatan narkoba. Dan di sisi lain, dia membebaskan pelaku yang terkait dengan pembunuhan Munir.  Untuk yang ini, terserah anda yang mengartikan apakah keberanian ini positif atau negatif demi bangsa dan negara?

Pada akhirnya, keberanian dalam mengambil keputusan bisa membuat batas antara sisi positif dan negatif terlihat samar. Batas tipis antara hal positif dan negatif akan terus terjadi selama pemimpin selalu mengambil keputusan dengan dasar keberanian, bukan hati nurani.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement