REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Maspril Aries, Wartawan Republika
Masihkah euforia kemenangan atlet atletik junior Indonesia Lalu Muhammad Zohri? Pelari berusia 18 tahun tersebut telah kembali ke Indonesia disambut gegap gempita dan Presiden Joko Widodo menerima secara khusus Lalu Muhammad Zohri di Istana Bogor. Sambutan yang meriah menyambut kedatangannya di Bandara Soekarno-Hatta seiring banjir bonus yang diberikan kepadanya.
Kapan euforia Lalu Muhammad Zohri akan berakhir? Setelah Asian Games XVIII yang akan berlangsung 18 Agustus – 2 September? Jawabannya tentu tidak, seiring euforia, kita harapkan prestasi Zohri terus melaju secepat larinya di lintasan atletik. Setelah Asian Games Zohri dinanti prestasi dan medalinya pada Sea Games XXX yang akan berlangsung di Manila 2019. Jelas sangat diharapkan bisa lolos ke Olimpiade 2020 di Tokyo, Jepang.
Jika turun di Asian Games XVIII pada nomor lari 100 meter, rekor Lalu Muhammad Zohri pada Kejuaraan Atletik Dunia U-20 di Finlandia 10,18 detik masih di bawah rekor pelari senior Asia. Rekor Asia 100 m putra masih menjadi milik Femi Ogunode atlet asal Qatar dan Bingtian Su asal Cina dengan catatan waktu yang terdaftar di IAAF sama-sama 9.91 detik. Dibandingkan rekor dunia yang masih dipegang Usain Bolt dari Jamaika dengan rekor 9,58 detik, catatan waktu Zohri masih harus lebih dipercepat.
Dengan data itu PB Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) bersikap realistis, dengan masa depan yang masih panjang dan terbuka cemerlang, Lalu Muhammad Zohri akan fokus Pada lari estafet nomor 4 x 100 meter putra. Bersama pelari Eko Rimbawan, Fadlin dan Bobi Yaspi, Lalu Muhammad Zohri berhasil meraih medali emas nomor 4×100 meter pada test event Asian Games 2018 di stadion utama Gelora Bung Karno Februari 2018 lalu. PB PASI tidak akan membebani atletnya dengan target yang terlalu tinggi.
Cukup kah hanya puas dengan keberhasilan Lalu Muhammad Zohri saja tanpa memikirkan regenerasi atlet yang akan menggantikannya? Muara dari euforia saat ini seharusnya berlanjut dengan pencarian dan pembinaan atlet-atlet muda yang banyak tersebar di Indonesia, salah satunya seperti di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Jika menelusuri jejak bibit atlet atletik Indonesia khususnya untuk nomor lari jarak cepat atau sprint sumbernya banyak tersebar merata dari seluruh Indonesia. Sejak era generasi Purnomo bibit atlet pelari cepat tersebar dari pulau Jawa, Sumatera sampai Papua. Indonesia pernah memiliki sprinter Christian Nenepath, Johannes Kardiono, Ernawan Witarsa dan Mardi Lestari lalu berlanjut ke generasi Suryo Agung Wibowo.
Kini di pundak Lalu Muhammad Zohri tersemat harapan, lolos ke Olimpiade Tokyo 2020 dan bisa menyamai atau melewati prestasi Purnomo yang berhasil menembus semifinal lari 100 meter putra pada Olimpiade Los Angles 1984, tentu dengan mempertajam rekor 100 meter putra Asia Tenggara yang saat ini masih dipegang Suryo Agung Wibowo 10,17 detik, tinggal menunggu waktu.
Sementara untuk menjadi manusia tercepat Asia peluang Lalu Muhammad Zohri terbuka lebar, dalam catatat di atas kertas peluang itu ada. Sebagai pelari junior, di level Asia saat ini Muhammad Zohri sudah menjadi yang terbaik, pada Kejuaraan Atletik Junior Asia di Gifu, Jepang Juni lalu, mampu meraih medali emas dengan catatan waktu 10,27 detik dengan mengalahkan pesainganya dari Jepang Daisuke Miyamoto yang meraih medali perak dengan waktu 10,35 detik dan Muhammad Zul Ismail dari Malaysia meraih medali perunggu dengan waktu 10,46 detik.
Di level senior nomor 100 meter putra Asia, walau masih kalah dari rekor milik Femi Ogunode atlet asal Qatar dan Bingtian Su dari Cina, namun Lalu Muhammad Zohri unggul dari sisi usia. Femi Ogunode kelahiran 15 Mei 1991 usianya saat berlaga di Asian Games XVIII – 2018 adalah 27 tahun dan Bingtian Su kelahiran 29 Agustus 1989 atau 29 tahun. Selisih usia Lalu Muhammad Zohri dengan dua manusia tercepat Asia tersebut terpaut 10 tahun.
Peluang Lalu Muhammad Zohri menjadi manusia tercepat jika tidak ada aral melintang dengan pembinaan yang baik bisa diprediksi lima tahun ke depan akan menjadi manusia Asia tercepat seiring dengan pensiunnya Femi Ogunode dan Bingtian Su yang diasumsikan pada usia 30 atau 31 tahun. Femi Ogunode menjadi manusia tercepat Asia dengan rekor 9,91 diraihnya saat usianya 24 tahun di Wuhan, 4 Juni 2015, sementara Bingtian Su menorehkan catatan waktu 9,91 detik setelahnya usianya 29 tahun.
Jika mengacu pada rekor dunia yang dipegang Usain Bolt dari Jamaika dengan rekor 9,58 detik, rekor tersebut dicetak saat berusia 23 tahun pada kejuaraan dunia atletik 2009 di stadion Olimpiade Berlin. Rekor itu bertahan sampai Usain Bolt mundur pada usia 31 tahun dengan melanjutkan karirnya menjadi pemain sepakbola profesional.
Usain Bolt kini tengah menjalani masa percobaan di klub Central Coast Mariners yang berlaga di Liga Australia saat usianya 31 tahun. Maka Femi Ogunode dan Bingtian Su juga tidak jauh berbeda usia pensiunnya dengan Usain Bolt. Saat dua pelari cepat Asia tersebut pensiun, Insya Allah gelar manusia Asia tercepat akan menjadi milik Lalu Muhammad Zohri.