Selasa 06 Nov 2018 01:55 WIB

Belajar dari Masifnya Berita Lion Air

Masyarakat perlu memahami ciri-ciri informasi hoaks

Hazliansyah
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Hazliansyah

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Hazliansyah*

Mungkin mayoritas masyarakat sudah mengenal apa itu hoaks. Hampir setiap saat, utamanya ketika era media sosial semakin kuat, orang semakin sering mendengar kata hoaks.

Namun, meski sudah sering mendengar, banyak orang yang tidak sadar jika mereka terpapar hoaks atau berita palsu (berita bohong).

Umumnya hoaks bermunculan ketika satu peristiwa besar terjadi. Besarnya peristiwa tersebut, membuat banyak informasi yang belum jelas kebenarannya bertebaran. Di sinilah kabar bohong itu menerpa dengan  sangat massif.

Contoh yang belum lama terjadi adalah di peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 PK-LQP beberapa waktu lalu. Tidak berapa lama setelah kabar tentang hilang kontaknya pesawat, bermunculan pula kabar-kabar yang belum jelas kebenarannya.

Umumnya di media sosial, seperti salah satu whatsapp group yang saya ikuti. Kala itu, saat berita tentang hilang kontaknya pesawat Lion Air tersiar, isi percakapan di grup rata-rata mengucapkan rasa simpati. Sekaligus berharap agar pesawat dan korban dapat segera ditemukan.

Namun hanya berselang sekitar 10 menit, ketika saya baru melihat kembali isi percakapan di grup tersebut, beberapa anggota grup menuliskan mengucapkan rasa syukur. Saya pun penasaran dan jadi harus "memanjat" ke atas melihat percakapan-percakapan sebelumnya.

Ternyata, kalimat syukur itu merupakan respons terhadap salah satu unggahan gambar dari cicitan seseorang terkait peristiwa hilang kontaknya Lion Air. Dalam tangkapan gambar yang disebar salah satu anggota grup, tertulis jika pesawat Lion Air yang hilang kontak telah mendarat selamat di bandara tujuan di Pangkalpinang.

Saya jadi terkejut, apa mungkin pesawat yang tengah hilang kontak dengan ATC bandara dapat melakukan pendaratan dengan baik. Saya pun mencoba menelusuri sumber informasi yang merupakan cuitan dari satu akun yang tidak umum dalam penulisan id-nya.

Dan benar kecurigaan saya semakin terbukti. Dengan semakin derasnya pemberitaan di media massa tentang penemuan puing-puing pesawat, diketahui jika informasi  yang disebar itu adalah kabar bohong. Beruntung si penyebar langsung mengklarifikasi hal tersebut, dan menghapus apa yang ia unggah.

Itu hanyalah satu dari sekian banyak informasi bohong dari peristiwa jatuhnya Lion Air. Sebut saja seperti unggahan tentang satu orang bayi selamat, lalu badan pesawat telah diangkat dari laut, foto yang memperlihatkan penumpang menggunakan masker, atau video yang merekam suasana kabin saat sedang turbulence.

Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho adalah salah seorang yang secara aktif membantah kabar-kabar tersebut. Melalui akun //twitter-nya, Sutopo mencoba memberi pencerahan pada masyarakat dengan menyebutkan kejadian yang sebenarnya dari foto-foto tersebut.

Seperti foto penumpang yang mengenakan masker udara, yang ternyata merupakan foto dari penumpang Sriwijaya Air yang mengalami turbulensi beberapa waktu sebelumnya.

Lalu, bagaimana cara mengenal dan mengetahui kabar tertentu hoaks atau tidak. Kominfo dalam situs resminya menuliskan sedikitnya ada lima langkah sederhana yang bisa membantu dalam mengidentifikasi mana berita hoaks dan mana berita asli.

Pertama adalah pembaca harus hati-hati dengan judul yang provokatif. Berita hoaks seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif. Misalnya dengan langsung menuding ke pihak-pihak tertentu.

Isi kontennya bisa jadi dari sumber-sumber resmi, hanya saja diubah agar menimbulkan persepsi sesuai dengan apa yang diinginkan si pembuat.

Pembaca harus bisa hati-hati dan mencari referensi berita serupa dari situs media massa yang kredibel. Kemudian bandingkan isinya.

Kedua, pembaca harus bisa dengan cermat mengenal alamat situs. Apakah berasal dari situs yang terverifikasi dari institusi pers atau sekadar menggunakan domain blog. Karena faktanya, banyak berita hoaks yang diutlis melalui blog yang meragukan.

Dewan Pers mencatat, ada 43 ribu situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut situs berita resmi tidak sampai 300 situs, yang artinya terdapat puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet, yang mesti diwaspadai.

Kemudian periksa fakta, apakah berita yang dibuat berdasarkan fakta atau opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.

Keempat, cek keaslian foto. Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.

Terakhir, masyarakat dapat mengikuti sejumlah fanpage dan grup diskusi antihoaks. Di situ masyarakat dapat mengetahui lebih jauh dan bertukar informasi terkait kabar-kabar bohong atau hoaks.

Pada akhirnya, kemauan dari diri sendiri untuk lebih waspada terhadap satu informasi adalah hal yang paling ampuh dalam mencegah hoaks. Jangan ragu untuk bersikap kritis dan membiasakan diri untuk verifikasi dan mencari informasi lebih jauh tentang satu informasi.

Belajarlah menjadi pencari fakta, bukan sekadar penyebar.

*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement