Ahad 10 Jun 2012 22:25 WIB

Cinta yang Tanpa Asap

Asma Nadia
Foto: Republika/Daan
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Asma Nadia

Apakah kriteria penting yang harus ada pada pasangan? Lika-liku cinta dan kebingungan  mencari teman hidup menjadi salah satu konflik dalam novel Ummi yang saya tulis lewat tokoh Zarika. Gadis berusia 35 tahun yang selalu gagal menemukan lelaki pilihan.

Ketika akhirnya berjumpa pangeran tampan yang rajin shalat, juga mapan dalam pekerjaan, ternyata ia perokok berat. Sementara, Ummi dan Abah saking tidak bersimpati terhadap perokok, sengaja tidak pernah menyediakan asbak di rumah.

Rokok dan Hari Tanpa Tembakau Sedunia, 31 Mei lalu, membuka satu kenangan. Bagi saya, remaja yang belum paham konsep Islam tentang memilih pasangan, tidak merokok merupakan syarat pertama yang terlintas. Dan, betapa pun berbagai iklan rokok dengan kreatif membangun kesan bahwa semua lelaki gagah dan sukses (belakangan juga dimunculkan figur perempuan cantik) adalah perokok, sedikit pun tidak mengubah prinsip.

Allah, berikan saya suami yang tidak merokok.

Setelah lebih dewasa, kalimat ini tetap saya sisipkan ba’da doa untuk memohon pasangan dan keturunan yang baik. Hidung, mata, dan paru-paru rasanya tak kuat terpapar asap rokok. Penderitaan khas setiap berada di bus, kereta, halte, pusat pertokoan, perkantoran, restoran, kafe, tempat hiburan, dan wisata. Saya ingin rumah menjadi peristirahatan yang mengalirkan udara lebih jernih. Juga agar anak-anak yang lahir terjaga dari racun yang diberikan ayahnya sendiri.

Setelah menjadi ibu, kebiasaan lain muncul. Khususnya saat bersama anak-anak, saya sulit berdiam diri jika bertemu perokok. Kecuali mereka berada di ruang khusus yang disediakan dan umumnya lebih mewah dari mushala di fasilitas umum, namun jarang digunakan.

Selama ini, rata-rata lelaki perokok merespons permintaan saya dengan baik. Berbicara dengan perokok perempuan, yang jumlahnya lebih sedikit namun terus mengalami peningkatan setiap tahun, agak sulit. Dengan dalih hak asasi, padahal ini kebutuhan individual, sering saya mendapatkan kalimat galak, “Tutup saja pabrik rokoknya sekalian!”

Situasi ini mendorong saya lebih rajin menyelipkan bahasan tentang rokok di buku-buku terakhir. Jika ayah bunda mencintai anak-anaknya, jika suami atau istri mencintai pasangan, jika anak mencintai orang tua, pasti ada keinginan untuk melindungi, dan jadi pahlawan bagi orang-orang tercinta. Dan, tidak perlu kekuatan super atau hal-hal besar. Siapa pun bisa menjadi pahlawan keluarga dengan cara sederhana: tidak merokok di rumah.

Ikhtiar sebagai penulis ini sangat kecil artinya dibanding apa yang telah dilakukan beberapa tokoh. Fuad Baradja yang setia mengampanyekan bahaya rokok, contohnya. Juga sosok Menkes Endang Rahayu yang berjuang hingga akhir hayat untuk ini.

Sutradara Aditya Gumay (“Emak Ingin Naik Haji”, “Rumah Tanpa Jendela”, dll) sempat menghentikan syuting hanya untuk mencabut sebuah poster iklan rokok yang hampir pudar warnanya, yang tertempel di lokasi. Seorang penulis Muslimah menolak mengisi rangkaian roadshow meski menggiurkan secara materi sebab itu merupakan proyek CSR satu  perusahaan rokok. Beberapa media, baik koran, majalah, maupun radio dengan tegas menolak iklan berbau rokok atau minuman keras.

Subhanallah. Semakin bertambah sosok penggiat dan LSM yang terus aktif mengampanyekan Indonesia Bebas Rokok. Mereka berani bersikap meski hal itu mengeliminasi potensi penghasilan, bukan untuk kepentingan pribadi melainkan bangsa.

Tiga ratus ribu kematian per tahun akibat rokok di Indonesia, 5,4 juta kematian di dunia (satu kematian setiap 6,5 detik). Sementara, pengeluaran negara untuk menanggulangi berbagai persoalan kesehatan dan sosial akibat konsumsi rokok, justru berkali-kali lipat lebih besar dari pendapatan yang diperoleh melalui cukai rokok. Kenyataan yang membuat siapa saja yang peduli akan berharap, lebih banyak pemerintah provinsi memberlakukan perda kawasan bebas rokok dan memberi sanksi tegas bagi pelanggarnya. Termasuk mengatur peredaran rokok eceran.

Semoga Allah memberikan kekuatan kepada para ustaz dan kiai, para pemimpin bangsa, guru, pegawai, orang-orang profesional, juga ayah bunda yang masih merokok untuk mengagendakan cita-cita: segera terbebas dari Tuhan Sembilan Senti.

25 penyakit ada dalam khamr.

Khamr diharamkan.

15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).

Daging khinzir diharamkan.

4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.

sumber : resonansi
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement