REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Ikhwanul Kiram Manshuri
Belum lagi dilantik sebagai perdana menteri (PM) Mesir yang baru, Hisham Kandil sudah menghadapi berbagai kecaman. Bukan soal latar belakang keluarganya, pendidikan, atau karena rekam jejaknya. Namun, lebih karena dia berewokan alias berjenggot lebat. Pengkritik terha dap penunjukan Kandil sebagai PM baru Mesir menyatakan, ia dipilih Presiden Mohammed Mursi lebih karena jenggotnya.
“Pelajaran yang bisa dipetik (dari penunjukan Kandil sebagai PM baru Mesir) adalah tumbuhkan jenggot,” ujar Ahmad Sarhan yang pernah menjadi anggota inti tim kampanye saingan Mursi pada pemilu presiden yang lalu, Ahmad Shafiq. “Hanya di Mesir memiliki jenggot lebih baik daripada memenangi Nobel,” kata pengamat politik Hamdi Ibrahim di Twitter.
Sejauh ini ada empat orang Mesir peraih Nobel. Mereka adalah almarhum presiden Anwar Sadat (bidang perdamaian), almarhum Najib Mahfudz (sastra), Ahmad Zewail (bidang kimia), dan Mohammad Elbaradei (nuklir untuk perdamaian). Ahmad Zewail dan Al Baradei selama ini juga dikenal sebagai politikus. Ia aktif memimpin aksi unjuk rasa melawan kekua saan rezim Presiden Husni Mubarak. Mereka dikenal sebagai orang yang sangat nasionalis.
Ketika Mursi memenangkan pemilu presiden Mesir, banyak pihak berharap salah se orang di antara mereka ditunjuk sebagai PM. Apalagi, Presiden Mursi yang merupakan mantan ketua umum Partai Kebebasan dan Keadilan, sayap politik Ikhwanul Muslimin, sebelumnya sudah menyatakan ia akan memilih PM yang nasionalis dan profesional tanpa mempertimbangkan latar belakang partai yang bersangkutan.
Namun, ternyata Presiden Mursi yang juga berjenggot lebat memilih Kandil yang berewokan sepertinya. Di sinilah kemudian muncul berbagai kritik tersebut, yakni Kandil dipilih sebagai PM hanya karena berjenggot. Kandil sendiri merupakan insinyur di bidang pengelolaan air. Lahir pada 1962, ia menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Teknik Universitas Kairo. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Amerika Serikat dan memperoleh gelar doktor dari Universitas North Carolina pada 1993.
Pulang ke Mesir, ia memilih karier sebagai teknokrat di bidang irigasi. Berbagai jabatan sektor publik dalam masalah air, teknik, serta bidang keuangan pernah ia duduki. Antara lain, sebagai manajer senior di Bank Pembangunan Af rika dan kemudian memimpin Sektor Per airan Nil Mesir. Pada Juli 2011, Kandil ditunjuk sebagai menteri Irigasi Mesir oleh PM Kamal Ganzouri. Saat itulah ia mencuri perhatian publik lantaran ia merupakan menteri pertama dan satu-satunya yang berjenggot dalam sejarah Mesir modern.
Jenggot Kandil kemudian menjadi kontroversi ketika ia ditunjuk sebagai PM. Pro-kontra masalah jenggot ini bisa jadi lantaran masyarakat Mesir, pascarevolusi kini terpopularisasi dalam dua kelompok besar. Pertama, Ikhwanul Mus limin dengan sayap politiknya Partai Kebebasan dan Keadilan serta Kelompok Salafi dengan partainya An Noor yang disebut sebagai ke lompok Islam.
Kedua, kelompok di luar itu yang disebut sebagai kelompok nasionalis liberal. Sejumlah pengamat dengan nada sinis sering menyebut kelompok Islam sebagai kelompok berjenggot. Ini lantaran banyak di antara mereka memang memelihara rambut yang tumbuh di sekitar dagu itu. Karena itu, meski sang PM beberapa kali menegaskan bahwa dia adalah seorang teknokrat tulen dan bukan politikus, tetapi jenggotnya tetap saja dianggap bukan sekadar aksesoris, melainkan sudah ideologis.
Di tengah pro dan kontra tentang jenggot sang PM, tentu ada juga suara yang netral. Yang terakhir ini melihat Kandil—yang menjadi PM termuda dalam sejarah modern Mesir— lebih sebagai profesional. Menurut mereka, urusan jenggot tidak penting. Toh, rambut yang tumbuh di sekitar dagu tersebut bisa dicukur atau dipelihara. Sesuka-sukanya yang pu nyalah. Yang penting apakah yang bersangkutan bisa membawa Mesir menjadi negara yang demokrasi, maju, dan berkesejahteraan.
Di sini, di Indonesia, urusan jenggot juga su dah mulai menjadi perbincangan ramai di masyarakat. Ketika ada teman yang berjenggot, teman yang lain sambil bercanda menyatakan, “ Ah, ini sih jenggot aksesori. Tidak seperti Ustaz Fulan yang jenggot idealis…” Bagi saya, menghubungkan keagamaan seseorang dengan jenggotnya sungguh menyederhanakan persoalan. Apakah orang yang berjenggot lantas lebih baik keislamannya atau sebaliknya?
Apakah PM dan Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan dan Abdullah Gul yang tak berjenggot dianggap kurang Islami, padahal mereka telah mengislamkan Turki yang sekuler? Sebaliknya, banyak orang Eropa non-Muslim kini yang memelihara jenggot. Bahkan rabirabi (pendeta) Yahudi telah lama juga memanjangkan jenggot mereka. Bagi anak-anak muda, jenggot tidak lebih hanyalah gaya hidup, life style. Yang ingin berjenggot silakan dan yang tak berjenggot silakan!
Kalau saya memilih tidak berjenggot, meskipun setiap pagi harus mencukur rambut-rambut yang tumbuh di sekitar dagu hingga jambang. Kata istri, saya tampak lebih tampan dan bersih bila tidak berjenggot dan berkumis.