Selasa 22 Apr 2014 10:47 WIB

Kembali ke Dasar

Red: Maman Sudiaman
Professor Ahmad Syafii Maarif
Foto: Republika/Daan
Professor Ahmad Syafii Maarif

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Tanggal 17 Agustus 2014 usia kemerdekaan Indonesia akan genap menjadi 69 tahun, sebuah perjalanan waktu yang sarat dengan tantangan dan peluang. Sebagian tantangan yang berwajah banyak itu telah dapat diatasi, sekalipun belum sempurna. Pemberontakan PKI di Madiun 1948, gerakan DI/TII di Jawa Barat dan Aceh selama belasan tahun, perlawanan RMS (Republik Maluku Selatan), pergolakan PRRI/Permesta yang berakhir pada 1962, kudeta G30S/PKI 1965, dan Aceh yang berdarah-darah selama tiga dasar warsa (1976-2005), semuanya kini telah berlalu dengan segala kegetiran yang ditinggalkannya. Menurut Jenderal A.H. Nasution (3 Des. 1918-6 Spt. 2000), PRRI/Permesta telah menguasai sekitar sepertujuh wilayah Indonesia, suatu keadaan, di mata Jakarta, sungguh berbahaya. Indonesia di ambang peca sebagai sebuah bangsa dan negara ketika itu.

Tetapi tantangan lain yang lebih serius menyangkut masalah keadilan sosio-ekonomi yang sampai hari ini belum terpecahkan. Hari depan Indonesia akan sangat ditentukan oleh keberhasilan dan kegagalan negara mengatasi masalah fundamental ini. Kehidupan para petani, buruh, dan nelayan belum banyak berubah sejak proklamasi 1945. Memang energi pemerintah selama bertahun-tahun terkuras oleh berbagai pemberontakan, perlawanan, dan pergolakan di atas. Sampai tahun 1959, kabinet-kebinet Indonesia tidak ada yang berumur pajang. Kabinet Natsir, misalnya, yang dipuji orang sebagai kabinet para ahli, hanya berusia beberapa bulan (6 Sept. 1950-21 Maret 1951). Apa yang bisa dikerjakan dalam waktu yang teramat singkat itu.

Dalam kaitannya dengan fokus perhatian kali ini, tahun 1950-an, ada tiga peristiwa penting yang perlu dicatat: Pemilu 1955, perpecahan antara Soekarno dan Hatta, Dekrit 5 Juli 1959 yang berisi pembubaran Majelis Konstituante dan perintah kembali kepada UUD 1945. Artikel ini hanya akan membicarakan berlakunya kembali UUD 1945 yang semula digagas oleh A.H. Nasution sejak 1954 yang pada akhirnya disetujui oleh Presiden Soekarno.