Selasa 05 Aug 2014 14:43 WIB

Momentum Emas Jokowi-JK untuk Berbuat Maksimal

Professor Ahmad Syafii Maarif
Foto: Republika/Daan
Professor Ahmad Syafii Maarif

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Jika saya katakan bahwa Kabinet Jokowi-JK harus berbuat maksimal pada masa pemerintahannya untuk membela rakyat kecil, janganlah ditafsirkan pemerintah-pemerintah terdahulu tidak membela rakyat. Semuanya telah berbuat, tetapi sama sekali tidak maksimal, dan mungkin kurang serius dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Melihat tipe Jokowi-JK yang sederhana dan merakyat, walaupun berasal dari kelas pengusaha, tidaklah berlebihan bila Resonansi ini punya harapan besar kepada mereka. Yang namanya rakyat jelata, tuntutan mereka juga bersifat jelata: jika sudah cukup sandang, pangan, papan, beaya kesehatan, dan beaya pendidikan, mereka sudah amat bahagia. Mereka tidak _neko-neko_. Do’a mereka untuk pemimpin yang jujur dan peduli siapa tahu akan langsung didengar Allah.

Kecuali TKI yang sudah biasa naik pesawat untuk menyabung nyawa ke negeri orang, sebagian besar rakyat jelata Indonesia baru sebatas mendengar bunyi mesin pesawat yang gemuruh sambil melihat bentuk pesawat yang sedang melaju tinggi di atas kepalanya. Orang kampung saya Sumpur Kudus, bisa dihitung dengan jari yang sudah merasakan bagaimana rasanya terbang dalam pesawat itu. Bagi rakyat jelata, jalur udara adalah sebuah kemewahan. Sebagian besar rakyat jelata ini tidak banyak mengalami perbaikan nasib sejak dari nenek moyangnya ratusan tahun yang silam.Tengoklah para buruh tani, nelayan, buruh kota, guritan nasib terpancang jelas di wajahnya, wajah yang sarat dengan beban hidup. Tetapi mereka adalah warga negara Indonesia yang sah, sama sahnya dengan warga negara yang telah amat diuntungkan oleh pertumbuhan ekonomi nasional yang belum berpihak kepada rakyat kecil.

Manakala kebutuhan pokok telah terpenuhi, perkara naik pesawat itu mungkin tidak menjadi angan-angan rakyat jelata itu, sebab sudah sangat jauh dari jangkauan tangan mereka. Sesungguhnya jika parameter pendapatan rata-rata dipatok dua dolar per kepala per hari, maka jumlah rakyat jelata itu bisa di atas 120 juta yang tersebar di seluruh Nusantara. Semakin ke timur, lautan kemiskinan itu semakin tajam dirasakan. Artinya sekitar separo rakyat Indonesia masih miskin.

Sekalipun sudah hampir 70 tahun merdeka, kemiskinan itu belum juga kunjung teratasi, sekalipun di tengah-tengah pertumbuhan ekonomi yang sering dibanggakan itu. Pertumbuhan tanpa pemerataan bukanlah tujuan kita menjadi bangsa merdeka. Demokrasi politik mestilah berkembang bersama dengan demokrasi ekonomi yang menurut Bung Hatta terbaca dalam

kalimat berikut: “Tidak lagi orang-orang atau satu golongan kecil yang mesti menguasai penghidupan orang banyak seperti sekarang [ditulis tahun 1932, saat Hatta berusia 30 tahun], melainkan keperluan dan kemauan rakyat banyak yang harus menjadi pedoman perusahaan dan penghasilan.”

Pandangan Bung Hatta itu tentu tidak enak didengar di telinga konglomerat yang ‘dimanjakan’ oleh pola pembangunan yang tidak hirau dengan nasib si jelata. Apa yang dikritik Bung Hatta di era penjajahan 82 tahun yang lalu malah semakin diintensifkan setelah kita merdeka. Apa artinya semuanya ini? Negara telah mengkhianati prinsip demokrasi ekonomi, padahal telah dengan tegas dicantumkan dalam Fasal 33 UUD 1945. Oleh sebab itu, tuan dan puan harus mengawal pemerintah Jokowi-Jk agar tidak melanjutkan pengkhianatan itu, karena sangat melukai batin rakyat jelata.

Dengan pengawalan yang ketat dari seluruh rakyat Indonesia, kita sungguh berharap agar Jokowi-JK akan menggunakan momentum emas yang diberikan rakyat sebagai amanah yang wajib dilaksanakan sejujur dan sebaik mungkin. Dengan masa kekuasaan lima tahun, jika dilaksanakan dengan penuh perhitungan, tanggung jawab, dan strategi yang tepat, maka Indonesia akan dapat terbang tinggi untuk melaksanakan prinsip demokrasi ekonomi. Sumber daya alam kita masih belum terkuras habis dan pangsa pasar yang besar adalah modal utama untuk menciptakan masa depan yang lebih adil dan bermartabat. Jokowi-JK, dengarkanlah baik-baik dengan memasang telinga ke bumi harapan tulus si jelata akan keberhasilan pemerintahan lima tahun ke depan, dimulai 20 Oktober 2014 sampai dengan 20 Oktober2019! Selamat bekerja!

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement