REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asma Nadia
Krisis berkepanjangan di Suriah mengakibatkan jutaan orang mengungsi. Ratusan ribu di antaranya memilih menyeberang ke Benua Eropa.
Bukan tanpa halangan, selain harus membayar biaya pelarian, mereka bisa saja menjadi bulan-bulanan, begitu tiba. Tak sedikit yang harus meregang nyawa, tenggelam di tengah lautan sebelum mencapai tujuan.
Potret seorang balita berkaus merah tertelungkup dalam keadaan tewas di pantai menjadi trending topic. Berita besar yang mengusik rasa kemanusiaan.
Apakah Eropa tergerak?
Siprus menyampaikan hanya siap menampung 300 pengungsi asal Timur Tengah dan diutamakan beragama Kristen. Polandia mengumumkan akan menerima 60 keluarga Kristen Suriah. Hongaria secara mutlak menolak pengungsi muslim di wilayahnya. Kebijakan pahit ini ditiru Slovakia dan Republik Ceko. Mereka beralasan masyarakat muslim memiliki adat, budaya, dan ketaatan beragama yang bertolak belakang dengan penduduk Eropa.
Ke mana perginya rasa kemanusiaan? Tidakkah jernih hati terusik? Hanya karena beda agama mereka tidak peduli? Bukankah ini memalukan?
Sangat mungkin kalimat-kalimat di atas mewakili ungkapan sebagian umat ketika membaca berita tersebut.Meski jika dicermati nama-nama negara yang menolak kehadiran pendatang, sebagian besar di antaranya juga sedang berjuang membangun perekonomian bangsa. Belum mencapai kemakmuran yang diharapkan, malah masih menghadapi banyak tantangan untuk mensejahterakan bangsanya.
Selain alasan agama, ternyata ada alasan ekonomi. Seperti juga Indonesia yang sempat 'menghalau' kehadiran muslim Rohingya dengan alasan mengurus rakyat sendiri saja tidak mudah, apalagi ditambah beban menangani pengungsi negara lain. Rasa kemanusiaan bangsa kita diuji!
Dibanding negara-negara di atas, sebenarnya ada negara Timur Tengah yang memiliki kemampuan ekonomi berlimpah, tapi terkesan enggan menerima kedatangan para pengungsi. Padahal yang menuju mereka adalah saudara seiman yang tengah menderita dan sangat membutuhkan bantuan.
Akibatnya, media Barat dengan sinis membuat kartun di mana seorang Arab dari balik pintu menghardik tetangga sebelah, orang Eropa, yang diskriminatif terhadap pengungsi muslim. Di depan pintu si Eropa, seorang perempuan berkerudung bersimpuh, mengiba ingin masuk. Yang 'lucu' dari kartun tersebut, di depan pintu rumah orang Arab justru terbentang kawat berduri yang bahkan pengungsi tidak bisa mendekat.
Pada kenyataannya, ada beberapa negara Arab yang dengan sangat terbuka menerima kedatangan para pengungsi, malah menyambut dan memperlakukan mereka dengan sukacita. Sayang hal ini–entah karena apa–tidak terekspos ke media massa.
Sebagai manusia, kita harus belajar bahwa sikap dan tindakan kemanusiaan tidak boleh terkotak-kotakkan. Agama, suku bangsa, budaya semata penanda identitas belaka. Tidak seharusnya menjadi penyekat apalagi penghalang.
Sebagai informasi, Jerman menerima suaka sebanyak 98.700 migran dan tidak membatasi diri. Kanselir Jerman Angela Merkel menyerukan negara-negara Uni Eropa agar mengambil kuota untuk berbagi pengungsi.Swedia telah menerima 64.700 permintaan suaka. Pada 1990-an, Swedia menerima 84 ribu orang dari Balkan.
Perancis, sekalipun permintaan suaka relatif rendah, hanya 6.700, namun Presiden Francois Hollande mengatakan, negaranya siap menampung 24 ribu migran selama dua tahun ke depan. Britania Raya mendapat 7.000 permintaan suaka. PM David Cameron mengatakan siap menerima 20.000 pengungsi Suriah selama lima tahun ke depan. Sedang Denmark telah menerima 11.300 permintaan suaka warga Suriah.
Amerika sendiri siap membuka pintu bagi 10 ribu imigran Suriah dan Afrika. Dari negara-negara muslim yang mempunyai semangat ukhuwah, Indonesia pun bisa belajar. Turki menerima 1,9 juta pengungsi. Menjadikannya negara yang paling banyak menerima pengungsi sekaligus menjadi destinasi nomor satu mereka yang ingin hijrah.
Lebanon yang berpenduduk 4,4 juta, menerima 1,1 juta pengungsi Suriah. Peningkatan penduduk yang mencapai 25 persen, menjadikan Lebanon sebagai negara dengan konsentrasi tertinggi pengungsi per kapita. Yordania menyediakan tempat tinggal bagi 629 ribu orang. Negara tersebut memiliki sejarah panjang terkait pengungsi. Hampir setengah dari tujuh juta populasinya berasal dari Palestina.
Bahkan Irak yang tengah dikepung kesulitan juga telah menampung 249 ribu pengungsi. Sementara Mesir menerima 132 ribu migran, sebagian besar dari Suriah. Bahkan seorang miliarder Mesir, Naguib Sawiris, menawarkan keinginan membeli sebuah pulau di Yunani untuk menampung pengungsi.
Tampaknya kita harus kembali mereka ulang, dan mengembalikan lagi sejarah yang penuh keteladanan Rasul bersama sahabat. Melihat dengan ruang batin bagaimana kaum Anshor menyambut kaum Muhajirin yang berhijrah ke Madinah, dengan ketulusan dan cinta.