Ahad 21 Aug 2016 06:00 WIB

Emas di Hari Kemerdekaan

Asma Nadia
Foto: Daan Yahya/Republika
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, Bagi banyak orang, kemenangan Tontowi Ahmad dan Liliyana  Natsir yang memperoleh emas pada 17 Agustus 2016 di Olimpiade Rio adalah kado istimewa di Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia yang ke-71.

Lebih dari itu, sebenarnya ada hadiah yang lebih berharga dari emas yang mereka peroleh, yaitu  pembelajaran dari proses bagaimana pasangan ganda campuran ini meraih medali, dan juga  kilas balik perjuangan bulutangkis sepanjang Olimpiade.

Emas mungkin hanya kebahagiaan sementara  saat kita meraihnya, akan tetapi pelajaran yang dapat diambil dari mereka dan tim bulu tangkis Indonesia bisa menjadi momen untuk kebangkitan semangat bangsa Indonesia.

Pasangan ini maju bukan tanpa kendala. Bahkan publik sempat meragukan kemampuan mereka untuk meraih gelar.

Balik ke tahun 2015, Tontowi dan Liliyana  tersingkir di babak pertama dalam dua turnamen beruntun, yaitu di China Open dan France Open. Kesalahan demi kesalahan mereka lakukan di lapangan,  di sisi lain, komunikasi mereka juga tidak lancar selama di lapangan.  

Tapi keraguan banyak pihak tidak membuat keduanya luluh, sebaliknya justru memicu semangat untuk bangkit.

"Ini buktinya. Ini jawaban buat yang meragukan kami." 

Begitu kata Owi, panggilan Tontowi setelah meraih kemenangan.

"Medali Emas membayar kegagalan kami sebelumnya." Tukas Butet, panggilan Liliyana, menutup jawaban atas prestasinya yang tidak konsisten sepanjang satu setengah tahun belakangan. Kegagalan yang pernah terjadi justru menjadi pemicu untuk fokus di Rio. 

Ya, sejarah Butet juga penuh catatan kegagalan. Tahun 2008, di Olimpiade Beijing berpasangan dengan Nova Widianto, mereka gagal di babak final dan hanya meraih perak.  Di Olimpide  London 2012, prestasi Liliyana menurun, kalah di semi final oleh pasangan Cina yang akhirnya merebut emas, yaitu Zhang Nan/ Zhao Yun Lei. 

Tapi kekalahan ini dijadikan dendam positif yang dibalaskan pada Olimpiade 2016,  dengan  menundukkan pasangan Zhang Nan/Zhao Yunlei di semi final

Bagi Richard Mainaky, pelatih  pasangan tersebut, kesuksesan ini  pun merupakan perjalanan panjang. Sang pelatih terus mencoba meraih emas Olimpiade sejak tahun 2000, namun  selalu menjumpai kegagalan. Tahun 2000, anak didik Richard, yaitu Tri Kusharyanto/Minarti Timur kandas di final dan  hanya merebut perak. Tahun 2004 pun  gagal total. Tahun 2008 anak didik Richard yang lain, yaitu Nova Widiyanto/Liliyana Natsir  hanya membawa pulang medali perak. Baru pada  2016 ini anak didik Richard yaitu Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir berhasil merebut emas

Artinya, yang dicapai  merupakan kerja keras sang pelatih selama 16 tahun hingga berhasil mencatat rekor baru, mengantarkan ganda campuran pertama Indonesia yang mampu menyumbang medali emas Olimpiade.

Medali emas Olimpiade Rio adalah kado terindah untuk ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-71.  Jika bangsa kita  dapat mengambil hikmah dari kemenangan yang dipetik maka  kita  akan mendapatkan jauh lebih banyak, dari gempita kemenangan.

Pertama, ada pelajaran belajar bangkit dari kegagalan. Deret ketidakberhasilan merupakan proses yang menempa kita menjadi lebih matang. Banyak catatan merah  sudah kita alami di tanah air: kegagalan menghapuskan korupsi, meredam tuntas narkoba, mengurangi miras dan rokok, menuntaskan kemiskinan, menghilangkan macet, meningkatkan kualitas pendiddikan serta peserta didik, dan banyak hal lain yang perlu dikoreksi. Tapi kesemuanya tetap bukan alasan untuk mengatakan kita tidak  mampu melakukan lebih baik dan keluar dari persoalan bangsa.

Kedua, semangat dendam positif, untuk menjadikan kekalahan,  kegagalan, juga cibiran sebagai pemicu semangat bukan  penghancur spirit. Kita harus  mengubah semua kekurangan menjadi ajang pembuktian bahwa kita mampu bangkit dari berbagai keterpurukan.

Pelajaran ketiga, hampir seluruh kesuksesan bukan  proses instan, melainkan hasil kerja panjang.  Sementara keempat rakyat bisa belajar poin  kerja sama. Tim bulu tangkis tidak akan mencapai keberhasilan jika tidak tercipta team work di antarakedua pemain,  serta dengan pelatih dan PBSI tentunya.

Masih terserak banyak pelajaran yang bisa diambil, sesuatu yang jauh lebih berharga untuk kebangkitan negeri kita Indonesia tercinta. 

Terima kasih dan selamat untuk para pemenang yang telah mengharumkan bangsa. Semoga semangat dan sportivitas mereka berkelanjutan untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui keduanya, Allah menyelipkan sederet hikmah untuk direnungkan dan dijadikan pijakan melenggang ke masa depan.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement