Selasa 11 Jul 2017 11:00 WIB

PKI dan Kuburan Sejarah (I)

Red: Maman Sudiaman
Professor Ahmad Syafii Maarif
Foto: Republika/Daan
Professor Ahmad Syafii Maarif

REPUBLIKA.CO.ID, Di awal malam pada 23 Mei 2017, Dubes RI di Moskow, Bung Wahid Supriadi,  mengontak saya via telepon. Sambil mengenalkan diri, Dubes juga mengundang saya untuk berkunjung ke negara mantan Tirai Besi itu. Di malam itu ada dua tamu penting Indonesia yang sedang berada di Moskow: Menko Polhukam Wiranto dan Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius. Tetapi ada yang lebih menarik dalam pembicaraan telepon itu. Dubes bertanya: “Mengapa isu PKI masih ramai di Indonesia, sementara di Rusia pendukung komunisme tinggal lagi 13 persen?” Jawaban saya, ya itulah politik kita dalam upaya merebut simpati publik agar dukungan terhadap pemerintah Jkw-JK bisa dilemahkan melalui isu PKI ini. Sebagaimana kita maklum sasaran utama yang ditembak dengan mengelindingkan isu pandir ini   adalah Presiden Jkw yang dituduh sebagai titisan PKI. Bahkan ada yang melontarkan pendapat agar gen Jkw diteliti untuk menelusuri keterkaitannya dengan PKI.

   

Situasi semakin heboh dengan munculnya buku sensasi karangan Bambang Tri Mulyono berjudul: Jokowi Undercover, Malacak Jejak Sang Pemalsu Jatidiri (2016) yang diperbanyak dengan fotokopi. Penulis ini berasal dari sebuah dusun di Blora yang sehari-hari ditengarai sebagai peternak ayam dan kambing. Kelompok anti-Jkw banyak juga yang percaya dengan isi buku ini yang kabarnya mulai digarap sejak 2014, tahun terpilihnya Jkw sebagai presiden. Dari sosok yang semula tidak dikenal Bambang Tri dengan karyanya itu mendadak sontak jadi perhatian publik. Maka jadilah Jkw sebagai keturunan orang PKI diperbincangkan orang sampai ke pelosok Nusantara, sebuah fitnah politik murahan di lingkungan suasana demokrasi Indonesia yang penuh gesekan.