REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Ahmad Syafii Maarif
Kita ulangi lagi wasiat Kiai Hasyim: “Perpecahan adalah penyebab kelemahan, kekalahan, dan kegagalan di sepanjang zaman. Bahkan pangkal kehancuran dan kemacetan, sumber keruntuhan dan kebinasaan, dan penyebab kehinaan dan kenistaan.”
Sepeninggal Kiai Hasyim, hampir tidak muncul lagi seorang alim yang mampu memayungi umat secara keseluruhan dalam berbagai aliran dengan kepentingannya masing-masing. Karena perhatiannya terhadap keutuhan umat demikian besar di sisi keprihatinannya terhadap konflik berkepanjangan sesama Muslim, maka dalam karya tulisnya, al-Mawâidz, Kiai Hasyim menulis:
Sementara masyarakat zaman sekarang menjadikan orang mukmin sebagai musuh dan tidak ada upaya untuk mendamaikan di antara mereka, bahkan ada kecenderungan untuk merusaknya. Rasulullah SAW bersabda: “Jangan kalian saling menebar iri dengki, jangan kalian saling membenci dan jangan saling bermusuhan. Jadilah kalian bersaudara wahai hamba-hamba Allah SWT …. Wahai para ulama yang fanatik terhadap sebagian mazhab dan pendapat.
Tinggalkanlah fanatik kalian dalam urusan-urusan far’iyyah (tidak fundamental) yang di dalamnya ulama (masih) menawarkan dua pendapat, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa “Setiap mujtahid (niscaya) benar”. Serta pendapat yang mengatakan “Mujtahid yang benar (pasti hanya) satu, namun (mujtahid) yang salah tetap mendapat pahala”. … Maka demi Allah SWT, sesungguhnya perpecahan, pertikaian, saling menghina dan fanatik mazhab adalah musibah yang nyata dan kerugian yang besar. (Lihat: Hasyim Asy’ari, al-Mawâidz, terjemahan Sya’roni As-Samfuriy, dalam medsos, 29 Maret 2013, di bawah judul: Mutiara Nasihat Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari.)
Lebih tajam lagi Kiai Hasyim berseru:
Sama sekali tidak pernah terbersit dalam benak kalian untuk terpanggil (mengurusi) hal-hal yang diharamkan Allah SWT. Kalian hanya terpanggil oleh rasa fanatisme kalian kepada Imam Syafi’i dan Imam Ibnu Hajar. Yang hal itu akan menyebabkan tercerai-berainya persatuan kalian, terputusnya hubungan keluarga kalian, terkalahnya kalian oleh orang yang bodoh-bodoh, jatuhnya wibawa kalian di mata masyarakat umum dan harga diri kalian akan jadi bahan omongan orang-orang yang tolol dan akhirnya kalian akan (membalas) merusak mereka sebab gunjingan mereka seputar kalian. (Itu semua terjadi) karena daging kalian telah teracuni dan kalian telah merusak diri kalian dengan dosa-dosa besar yang kalian perbuat. (Ibid).
Sungguh sangat sukar mencari sosok seorang alim sekarang sekaliber Kiai Hasyim yang lurus, istiqamah, dan berani. Kita hidup dalam suasana dunia yang lain. Jasa-jasa besar KH Ahmad Dahlan dan KH Muhammad Hasyim Asy’ari telah memandu umat Islam Indonesia pada abad ke-20 dan permulaan abad ke-21.
Sebagian besar dunia Arab sudah berantakan karena perpecahan internal yang parah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak luar untuk semakin menghancurkan mereka.
Pertanyaan saya: apakah Islam yang kita warisi sekarang dalam format penafsiran mazhab-mazhab yang berlapis-lapis dalam bilangan abad yang panjang masih cukup mampu membangun sebuah peradaban Muslim yang adil sebagai realisasi dari pesan agung Alquran dalam surah al-Anbiyâ 107: Wa mâ arsalnâka illâ rahmatan lil-‘âlamîn?
Mari kita pikirkan bersama masalah yang sangat fundamental ini.