REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asma Nadia
Banjir lagi... banjir lagi...
Adakah cara jitu menanganinya?
Iseng, saya melemparkan pertanyaan kepada anak-anak pecinta science untuk mencari jawaban unik, ide-ide di luar kotak, solusi tak masuk akal, apa pun yang bisa mengatasi banjir di Jakarta. Jawaban mereka justru memberi persepsi unik seputar cara mengatasi banjir di Ibu Kota dan sekitarnya. Namun sebelumnya, mungkin lebih baik menyimak terlebih dahulu langkah-langkah standar yang sudah dilakukan.
Jauh sebelum hujan deras datang, Pemerintah Jakarta ternyata telah melakukan serangkaian tindakan antisipatif. Mulai dari mengeruk endapan dan sampah sungai atau danau agar semakin banyak air buangan dari dataran tinggi di sekitar Jakarta, bisa tertampung.
Saluran sodetan juga dibuat agar aliran di daerah banjir mengalir ke sungai yang bebas banjir. Rumah-rumah liar di bantaran sungai pun telah mulai ditertibkan agar daya tampung dan kebersihannya terjaga.
Akan tetapi, guyuran hujan deras yang turun bertubi-tubi akhirnya membuat Jakarta kembali tergenang. Begitu juga Bekasi, Tangerang, dan dataran rendah lainnya.
Bukan sekadar banjir biasa, kali ini banjir diwarnai fenomena banyaknya kendaraan roda empat yang terbawa arus. Satu pemandangan yang tidak banyak beredar di media sosial soal banjir-banjir terdahulu.
Apakah akan terjadi lagi pada masa depan? Sekalipun langkah antisipatif sudah dilakukan, banjir tetap terjadi dan menimbulkan kerugian.
Dan dengan kenyataan pembangunan yang marak, infrastruktur baru di dataran tinggi sekitar Jakarta, semakin kecil harapan untuk tidak mendapat banjir kiriman. Hal ini diperburuk (dalam konteks banjir) dengan pembangunan di Jakarta yang juga tentu saja tidak berhenti, semakin sedikit resapan air dan tanah yang turun semakin dalam ke bawah permukaan laut.
Lalu, solusi apa yang bisa ditawarkan? Jawaban spontan sesukanya dari anak-anak tergolong unik dan cemerlang.
Buat saja sungai layang! Kata salah seorang.
Apa pula itu sungai layang? Sungai yang dibuat melayang seperti jalan layang, jelas anak perempuan berkacamata.
Cukup gila, tapi memungkinkan. Jika ada infrastruktur sungai layang yang mengalirkan aliran sungai dari dataran tinggi langsung ke laut, jalan-jalan dan permukiman di Jakarta tidak perlu takut sungai meluap karena sungai mengalir di atas jalan raya dan permukiman Jakarta yang berada di bawah permukaan laut.
Air dari sungai layang malah bisa dimanfaatkan untuk transportasi air, bahkan sumber air untuk menyiram taman kota.
Ide lain?
Pompa Archimedes!
Apa lagi ini?
Pompa melingkar seperti mata bor yang bergerak dengan daya tekan air dan membuat air mengalir ke atas. Dengan pompa ini kita bisa membuat air sungai mengalir ke atas melawan gravitasi.
Dengan Pompa Archimedes raksasa, air bisa naik ke atas dulu melewati dataran cekung berada di atas jalan dan permukiman, lalu kembali ke bawah di dataran lebih tinggi. Pompa tanpa listrik temuan Archimedes ini memang sudah dipakai di beberapa tempat,tetapi belum pernah dipakai untuk mengalirkan sungai ke dataran lebih tinggi untuk menghindari aliran melewati dataran rendah.
Ada solusi lain yang diberikan seorang anak yang saya ajak diskusi.
Bor sungai beton biar air meresap!
Secara natural sungai di hutan selain mengalir ke lautan juga menyerap air ke dalam tanah. Saat ini dengan sungai beton buatan manusia, air sungai tidak lagi menyerap ke tanah, tapi langsung meluncur ke lautan.
Seandainya desain sungai beton, bagian bawahnya didesain berongga dan berlubang sehingga bisa meresap air, bukan mustahil sungai ikut mengisi air tanah dan menekan jumlah air laut yang mulai merangsek ke bawah daratan dan menyebabkan amblasnya tanah.
Ah, inilah uniknya imajinasi anak-anak jika dibiarkan lepas. Tanpa hitung-hitungan, tanpa rumus atau keterbatasan lain yang mengungkung. Mungkin ide-ide di atas tidak realistis, tapi memberi alternatif bahwa sangat mungkin ada solusi selain yang sudah kita lakukan.
Bagaimanapun saya mengapresiasi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang secara jantan mengatakan, bertanggung jawab tanpa perlu menyalahkan siapa-siapa dan melakukan langkah terbaik untuk mengatasi kondisi darurat.
Memprioritaskan penanganan korban. Ikut kehujanan dan berkeringat bersama warga Jakarta, alih-alih duduk manis di belakang meja. Semoga walau tak tertangkap lensa media sosial, hal serupa dilakukan gubernur Jawa Barat juga Banten yang selain Jakarta terkena dampak paling banyak. Tentu saja, tetap bekerja sama dengan pemerintah pusat. Semoga ke depan, masalah banjir bisa diantisipasi dengan cara-cara tidak biasa.