Oleh: Sobirin Malian*
Di tengah kuatnya dorongan dan dukungan agar incumbent Jokowi mencalonkan kembali sebagai kandidat presiden yang akan datang, tetap saja muncul dari kelompok berlawanan yang menginginkan pemimpin alternatif.
Tentu hal ini bukan tanpa alasan. Kelompok Islam, misalnya, sangat jelas tidak cukup puas dengan kepemimpinan yang ada. Di antaranya, anggapan bahwa umat Islam tidak mendapat cukup tempat selama ini. Paling tidak mereka merasa banyak aspirasi umat Islam yang tidak diperhatikan. Gelombang aksi massa seperti 212 atau gerakan sejenis wujud representasinya.
Hingga kini otak-atik alternatif itu masih terus dijajaki, seperti Partai Gerindra yang kembali mencalonkan Prabowo Subianto dan beberapa partai lain terus melakukan komunikasi untuk mendapatkan komposisi yang tepat sebagai pemimpin alternatif.
Sosok Teladan
Penulis sependapat, layak kiranya ada usulan pemimpin alternatif yang lebih mencerminkan kepentingan umat Islam. Di antara nama yang sering disebut adalah TGB (Tuan Guru Bajang) Gubernur Nusa Tenggara Barat atau dengan nama asli M Zainul Majdi. Sosok ini sejatinya sudah cukup populer, tetapi belum setenar “pemain” lama dalam politik.
Melihat sepak terjangnya yang cerdas, menguasai bahasa Inggris dan bahasa Arab sangat fasih, hafidz Quran, berakhlak baik, berpengalaman dalam pemerintahan, dan belum memiliki cacat etika, moral politik. Layak kiranya sosok ini diusung sebagai figur alternatif.
Kini terlihat beberapa daerah (komponen masyarakat) seperti Sumatra Barat dan Aceh terkesan dengan gaya kepemimpinannya dan siap mendukung bila TGB mencalonkan diri sebagai Presiden.
Teori Kepemimpinan
Jika mengacu kepada teori-teori kepemimpinan, TGB tergolong dalam pemimpin “Teori Sifat”. Model kepemimpinan semacam ini sukses karena kekuatan dan kemampuan pribadinya.
Kemampuan dan kekuatan pribadi di sini adalah kualitas seseorang dengan ciri pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, objektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, dan berorientasi ke masa depan (Sondang P.Siagian, 1994).
Walaupun “Teori Sifat” ini banyak dikritik karena juga memiliki sejumlah kelemahan seperti terlalu bersifat deskriptif dan dianggap teori yang sudah kuno. Namun, apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung di dalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri, atau perangai pemimpin, justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan keteladanan.
Nah, di tengah sulitnya mencari sosok keteladanan di negara kita saat ini, sosok TGB dapat menjadi aternatif pilihan.
Wallahu’alam bissawab.
*Sobirin Malian, Kandidat Doktor pada Program Pascasarjana FH UII Yogyakarta. Dosen FH UAD.