REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Shamsi Ali*
Sebelum subuh pagi tadi saya menyempatkan diri membaca Surah Al-Kahf, surah ke 18 dari Alquran. Surah yang saya yakini sangat relevan dengan situasi dunia kita saat ini. Dunia yang maju, kuat, kaya, berilmu, tapi penuh tantangan dan ancamannya.
Di Surah ini ada 4 cerita penting perjalanan sejarah manusia yang direkam oleh Kalam Ilahi untuk menjadi ibrah (pelajaran) bagi manusia dalam melanjutkan perjalanan hidupnya. Keempat cerita itu adalah: 1) Kisah Ashab al-Kahf (penghuni gua). 2) Kisah pemilik kebun. 3) Kisah Musa AS dan Al-Khidr. 4) Kisah Ya’juj dan Ma’juj.
Kali ini yang menarik perhatian saya adalah kisah sekelompok pemuda yang hidup yang di sebuah zaman penuh fitnah, dan dengan iman dan keyakinannya mereka menyelamatkan diri dan diselamatkan oleh Pencipta langit dan bumi dari keganasan fitnah kufr di masanya.
Terus terang, membaca sekali dua kali ayat-ayat yang berkenaan mereka ini semakin membuahkan hikmah-hikmah besar dalam menghadapi kehidupan yang ganas dan penuh fitnah itu.
Pemuda itu ujung tombak perbaikan
Pelajaran pertama dari kisah Ashabul Kahf adalah bahwa di saat-saat fitnah menyebar, di saat-saat tantangan meninggi, para pemudalah yang menjadi ujung tombak untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Itulah sebabnya pada ayat-ayat ini, justeru bukan ulama, bukan penguasa, bukan para saudagar yang dikisahkan. Tapi sekelompok pemuda yang sadar untuk berubah dan melakukan perubahan itu.
Itulah barangkali rahasianya ketika sebuah komunitas atau bangsa akan dirusak maka target pertama adalah kaum mudanya. Pada bangsa yang menjadi target itu akan terjadi pengrusakan moralitas pemudanya. Perhatikan ketika pergaulan bebas, miras dan narkoba, kehidupan malam menjadi “trade mark” kemajuan bangsa itu.
Hal ini pulalah hendaknya menjadi perhatian semua pihak di negara Muslim terbesar dunia ini, Indonesia. Berbagai fenomena immoralitas dikampanyekan, dari pemikiran liberalisme yang memandang aturan-aturan agama (moralitas) sebagai beban, hingga dukungan kepada LGBT yang dianggap bagian dari HAM, serta merebaknya pasar narkoba yang berton-ton dari luar negeri.
Semua itu tujuannya jelas, melakukan upaya-upaya desktruksi moralitas bangsa, khususnya kalangan anak-anak muda.
Dan karenanya sejarah mencatat pemudalah yang akan berada di garis terdepan untuk membentengi sebuah bangsa dari kehancurannya. Jika pemuda masih sadar akan tanggung jawabnya, maka selama itu pula sebuah bangsa masih ada harapan.
Iman itu kunci
Untuk pemuda memainkan peranan dan tanggung jawabnya, iman menjadi kunci terpenting. “Innahum fityatun aamanu bi Rabbihim wa zidnahum huda” (sungguh mereka adalah pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, maka Kami (Tuhan) menambahkan mereka dengan keimana).
Ayat di Surah Al-Kahf itu jelas menggariskan bahwa iman bukan hiasan pelengkap dalam hidup dan perjuangan. Tapi menjadi dasar dan landasan dalam perjalanan hidup dan juang. Imanlah yang menentukan warna perjalan hidup dan arah perjuangan manusia.
Maka dalam dunia yang penuh tantangan hidup dan fitnah ini, iman harus dijadikan moral utama dalam setiap nadi pergerak hidup pemuda bangsa ini. Dalam konteks nasional kebangsaan, Ketuhanan Yang Maha Esa, menjadi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sila pertama itu adalah ekspresi iman. Dan iman itulah yang mewarnai keempat pasa lainnya. Tatakrama kehidupan dan kemanusiaan dibangun di atas keadilan dan peradaban. Persatuan dalam perbedaan yang dibangun di atas semangat gotong royong. Demikian pula kehidupan kolektif kebangsaan itu (kerakyatan) diilhami oleh iman.
Dengan kata lain, demokrasi Indonesia itu tidak seharusnya mengikut penafsiran demokrasi orang lain. Tapi demokrasi yang tetap diikat oleh nilai-nilai ketuhanan tadi. Dan akhirnya keadilan sosial (social justice) juga diperjuangkan untuk seluruh masyarakat karena itu menjadi tuntutan keimanan (Ketuhanan) tadi.
Pemuda-pemudi bangsa ini jangan pernah dilepaskan dari ikatan iman mereka. Konsep ateisme dan komunisme misalnya menjadi racun bangsa. Dan karenanya harus menjadi musuh bersama (common enemy) bagi seluruh elemen bangsa.
Semua bermula dari hati
Kekuatan iman itu ada pada tatanan hati dan jiwa. “Wa robathna alaa quluubihim idz qaamuu faqaaluu Rabbuna Rabbus samawati wal-ardhi....” (Dan Kami kuatkan hati-hati mereka, ketika mereka berkata: Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi...).
Dengan hati yang kuat semua menjadi mudah dan indah. Dengan hati yang kuat, orang-orang miskin menjadi kaya dan mulia. Tapi jika hati bobrok orang kaya akan miskin dan terhina.
Oleh karenanya benahi hati. Karena jika hati sehat dan bersih hidup menjadi sehat dan bersih. “Sungguh pada diri manusia ada segumpal darah. Jika segumpal darah itu baik maka baiklah seluruh amalannya. Tapi jika rusak maka rusaklah seluruh amalannya. Itulah dia hati” (hadits).
Jika kita perhatikan berbagai kerusakan dan penyelewengan yang terjadi dalam hidup manusia, semua disebabkan oleh kerapuhan hati dan jiwa manusianya. Memang ada yang mencuri ayam karena kelaparan. Tapi umumnya perampokan kekayaan negara dilakukan oleh mereka yang berpunya. Bukan karena dipaksa oleh situasi. Tapi memang karena hatinya rapuh, gagal menolak godaan nafsu duniawi.
Pemuda-pemudi bangsa ini akan membaik dengan perbaikan hati. Jagalah hati mereka dengan menciptakan lingkungan yang baik. Dan itu menjadi tanggung jawab semua pihak. Dari rumah tangga, sekolah-sekolah, rumah-rumah ibadah, teater-teater, hingga ke parlemen dan istana negara. Semua harus mengambil bahagian dalam menciptangan lingkungan yang baik.
Sebab dengan lingkungan yang baiklah, hati kaum muda bangsa ini akan terjaga. Insya Allah.
(Bersambung).
* Presiden Nusantara Foundation