Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika
''Oke kamu pengin pelihara anjing kayak Erdogan?" Pertanyaan ini saya ajukan kepada seorang sahabat. Kemudian saya tanya lebih lanjut: "Tapi apa kamu mau ikut mahzab fiqh Hanafi yang dianutnya. Sebab, akan ada konsekuensi lain yang akan bikin kamu gak kuat ngikuti cara hidup Muslim Turki?"
Dia ketawa ngeles. Saya pun sudah tahu dia akan menjawab apa. Apalagi kami pernah bersama-sama makan enak di sebuah restoran Turki yang berada di pinggir selat Bhosporus, Istanbul. Ahdin teman Turki saya mengatakan: orang Turki hanya makan hasil laut ikan saja. Binatang laut yang lain tidak!"
Ya memang itu satu contoh mengapa menu hidangan laut orang Turki yang hanya ikan saja. Karena bermahzab Hanafi, Muslim Turki hanya mau menyantap ikan saja untuk konsumsi binatang laut.
''Nah beda dengan di Indonesia kamu makan apa saja semua 'isi' laut dari kerang, ubur-ubur, kepiting, ikan teri, rajungan, dan lainnya. Semua isi laut kamu telan habis bahkan sampai 'rempon-remponnya,'' ledek saya.
Presidet Recep Tayyip Erdoğan mengelus anjing. Foto ini viral di media sosial Indonesia. (foto: ASPI Strategist)
Sahabat jurnalis senior saya asal Aceh, Fahmi Mada, punya pengalaman soal makan ikan orang Turki ini. Temannya di Istanbul mengatakan tak mau makan ikan kecil-kecil yang katanya akan mengganggu kelangsungan lingkungan hidup. "Nah, di sini ikan kecil jadi 'teri medan', terasi cirebon, blacan Palembang (sumatra selatan). Semua disikat. Itu entah rakus apa doyan," ungkap Fahmi.
Berpaling dari itu, maka ketika melihat foto Erdogan yang mengelus anjing yang tersebar di media soal membuat kami ngakak. Apalagi di sini tengah ada ribut soal perempuan non-Muslim bersepatu masuk masjid sembari membawa anjing.
Media penuh cengan celotehan soal ini. Ormas Islam dari NU, Muhammadiyah hingga MUI ikutan ribut. Mereka minta agar umat Islam sabar dan tahan diri.
Uniknya, sebenarnya keriuhan ini hampir sama saat beberapa waktu lalu Menteri Perikanan, Susi Pudjiastuti, meminta agar nelayan jangan tangkap 'anak' ikan tuna karena terlalu kecil dan demi kelestarian produksi ikan. 'Trawl' atau jala nelayan bergaya pukat harimau kemudian ikut dia larang.
Nah, keputusan ini kontan memicu protes --bahkan demontrasi-- dari para nelayan. Malahan juga ada partai politik ikut sibuk membelanya dengan tujuan mendulang suara. ''Jadi ente kuat 'nyonto' cara makan ikan orang Turki yang mahzabnya Hanafi,'' ledek Fahmi ke saya.