Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika.
Pada akhir Mei lalu, BBC.com menulis cerita jeri soal akhir kekuasan dinasti Jawaharal Nehru di India. Bayangkan dari awal India berdiri di pertengahan tahun 1940-an (atau seumuran dengan usia Indonesia), baru kali ini kekuasan dinasti elit untuk terhempas dari panggung politik utama.
Padahal sebelumnya berbagai jabatan penting seperti perdana menteri dan posisi politik strategis lainnya hampir selalu dipegang oleh wangsa ini. Bahkan kesannya tak terputus, sambung menyambung menjadi satu sepanjang sejarah India modern.
BBC yang merupakan media asal tuan kolonialnya itu cara menulisnya pun bertema tragedi. Dia memberi pertanyaan bersayap. Rahul Gandhi: Is this the end of the Gandhi dynasty? Judul berita memang terasa menghentak sebab dari awal tulisan terkesan keluarga elit India yang merupakan keturunan Jawaharla Nehru dan sangat menghormati bapak bangsa India Mahatma Gandhi itu sepertinya akan terlempar dari kekuasaan politik.
Selain gemilang bak bintang di langit raya, nasib dinasti politik India ini memang kadang redup juga. Kisahnya kerapkali juga menyayat dan penuh darah seperti nasib yang menimpa para perdana menteri India sebelumnya yang menambahkan kata Gandi pada namanya.
Semua pasti ingat akan nasib Indira Gandhi di tahun 1980-an yang terbunuh akibat bom bunuh diri dari seorang anak kecil perempuan Tamil ketika hendak menerima rangkaian kalungan bunga. Dia terkena aksi teror berupa bom bunuh diri karena orang-orang Tamil merasa disepelekan sehingga melawan agar bisa melepaskan diri dari India.
Selain Indira juga tak kalah tragis, nasib naas pun menimpa Raziz Gandi yang saat itu juga menjadi perdana menteri India. Dia tewas dalam sebuah kecelakaan pesawat terbang. Namun nasib wangsa ini masih lumayan karena isteri yang asal Italia, Sonia Gandhi, kemudian berhasil memenangi kompetisi politik dalam pemilu. Dan dia pun kemudian menjadi perdana menteri menggantikan suaminya.
Tapi pada tulisan BBC.com edisi 24 Mei lalu, kabar bahagia kembali seakan-akan menghilang. Dalam tulisan itu, BBC menulus begini:
Pada hari Kamis lalu, ketika PM India Narendra Modi memenangkan kemenangan besar dalam pemilihan India, Rahul Gandhi, keturunan dari dinasti Nehru-Gandhi dan pemimpin partai Kongres India, muncul di ujung yang lain. Mereka keluar dengan wajah seperti babak belur dan dianiaya.
Mengapa demikian? Semua tahu Rahul adalah pewaris utama dinasti politik tertinggi. Kakek buyutnya, Jawaharlal Nehru, adalah perdana menteri pertama dan terlama di India. Neneknya, Indira Gandhi, adalah perdana menteri wanita pertama di negara itu, dan ayahnya (Raziv Gandhi) adalah perdana menteri termuda India.
Pada tulisan lain, sebenarnya tanda-tanda tersebut sudah tampak sejak Pemilu 2014. Ini bahkan bagi keluarga itu merupakan pertunjukan politik terburuk di Partai Kongres yang seakan sudah menjadi partai keluarganya. Jajak pendapat Kamis itu sekarang malah memberikan pukulan ganda bagi wangsa Gandhi ini. Partai Kongres memenangkan hanya lebih dari 50 kursi melawan 300 ditambah bahwa BJP (Partai Bharatiya Janata) yang didapat Modi.
Bahkan, jika itu tidak cukup buruk untuk dikatakan, Rahul sebenarnya kehilangan kursinya sendiri di benteng keluarganya yang berada di wilayah Amtei, di Uttar Pradesh. Untunglah dia masih akan duduk di kursi parlemen India kali ini karena dia mampu berada di posisi kedua perolehan suara di wilayah lain, yakni di Kerala.
Namun, di banding Kerala, wilayah Amethi bagi keluarga wangsa Gandhi ini adalah sangat berarti. Wilayah ini adalah basis tradisionalnya dan sekaligus pusat pertarungan prestise mereka. Dia wilayah ini adalah basis tradisonal sejak dahulu kala. Para leuhurnya dan kedua orang tuanya - Sonia dan Rajiv Gandhi menjadikan wilayah ini sebagai modal utama politiknya. Mereka dahulu selalu menang diwilayah ini. Malahan wangsa ini telah terus memegangnya selama 15 tahun terakhir.
Di berbagai media, menjelang pemilu kali ini juga sudah disebar berita bila Rahul adalah sosok merakyat. Sebelum masa pemilihan media massa di sana dibuat sibuk memuat berita tentang kisag Rahul bermalam di rumah-rumah gubug dan memakan roti gandum kasar yang merupakan makanan keseharian warga miskin yang ada di sana. Semua citra dikerahkan. Rahul terus dipoles guna menanding seterusnya dari BJP (Partai Bharatiya Janata), yakni Narenda Modi yang berangkat dari keluarga orang biasa.
Bahkan, saking perlu memoles sosok Rahul, sebuah surat bernada emosional pun sampai dikirimkan ke setiap rumah di Amethi. Namun ini ternyata tetap tak bisa meloloskannya dari 'penghinaan' kekalahan dari tangan partai BJP yang belakangan menjadi seteru utama Partai Konggres-nya Rahul. Perolehan suara dia tak mampu menyaingi perolehan suara senator dari BJP, yakni Smriti. Uniknya Rahul kalah dari Smriti yang bukan anak dari tokoh terkemuka. Dia hanya aktris papan atas India belaka.
Padahal bagi orang India, wilayah Uttar Pradesh selama ini dianggap merupakan penentu peta perpolitikan India. Wilayah ini merupakan negara bagian terpadat di India. Julukan lainnya, Uttar Pradesh dianggap sebagai 'titik nol politik'. Di sana secara umum diyakini bahwa siapa pun yang mampu memenangkan pemilu di wilayah ini akan menjadi sosok yang berperngaruh dalam percaturan politik, terutama di negara bagian India ini.