REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Zen Umar Sumaith, Ketua Umum Rabithah Alawiyah
Cukup memprihatinkan apa yang terjadi akhir-akhir ini, di mana polarisasi terjadi di kalangan umat Islam, kalimat-kalimat kasar serta caci maki menghiasi media sosial, menutup mata hati sehingga sehingga fanatisme golongan muncul kepermukaan. Siapa pun yang tidak sesuai dengan pendapatnya adalah lawan yang harus dicela saling curiga merebak dalam kehidupan umat seagama dan sebangsa. Praduga jelek menjadi sifat yang muncul saat melihat langkah atau mendengar pendapat yang tidak sepaham dengan dirinya.
Di sini terlihat hubungan sesama Muslim terpecah karena timbulnya saling curiga dan polarisasi, menjadikan kesatuan umat lemah. Pesan untuk saling mengingatkan dan saling mengasihi, hilang di tengah gelombang emosi dan kemarahan.
Nasihat yang seharusnya membimbing umat sirna tergantikan dengan tuduhan-tuduhan yang bersumber pada penilaian mereka sendiri. Masyarakat awam menjadi sasaran mereka yang memiliki agenda sendiri atau pemikiran di luar konsep dakwah yang benar.
Antara nurani dan nafsu
Hati nurani manusia akan selalu menarik seseorang melakukan hal baik. Sering terjadi dalam diri seseorang tarik-menarik antara hati nurani dengan nafsu. Allah menciptakan dua hal yang berlawanan ini sebagai bagian dari kelengkapan sifat basyariah manusia.
Allah SWT juga menciptakan akal agar manusia mampu berpikir dan memilah mana yang baik dan buruk. Nurani dan akal harus dapat mengendalikan nafsu sehingga semuanya berjalan sesuai dengan kodratnya.
Sementara itu, lingkungan keluarga, pendidikan dan lingkungan pergaulan akan membentuk karakter sesorang. Namun, jika nafsu yang dominan, akal dan hati nurani akan tumpul. Ketiga unsur tadi akan menjadi lebih indah jika dilengkapi akhlak dan adab.
Salah satu tujuan diutusnya Rasulullah SAW kepada umat manusia adalah untuk menyempurnakan akhlak. Akhlak dan tata krama yang baik adalah perhiasan bagi seseorang ketika ia berinteraksi dengan sesamanya.
Keprihatinan masyarakat saat ini terjadi karena mereka melihat tokoh ulama atau dai yang seharusnya memberikan contoh yang baik, tetapi justru menunjukkan tindakan atau ceramah yang jauh dari tuntunan Rasulullah. Substansi agama telah dibelokkan untuk kepentingan politik, atau kepentingan golongan, sehingga timbul pertentangan yang memecah belah umat. Materi dakwah dibawakan dengan nada candaan bahkan figur Rasulullah diilustrasikan tanpa hormat.
Masing-masing menganggap golongannya adalah yang paling benar sehingga tercipta polarisasi. Tidak ada lagi saling menghormati kepada orang tua atau kepada sesama tokoh agama. Itu sirna bersama hilangnya nilai keindahan di dalam ajaran Islam.