REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nana Sudiana, Sekjen FOZ & Direksi IZI
"Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang". (HR. Bukhari No. 6412, dari Ibnu 'Abbas)
Seorang amil adalah aktivis. Ia juga pejuang. Dan umumnya para aktivis dan pejuang, orientasi hidupnya kadang lebih banyak untuk mengurusi orang lain dibanding diri sendiri dan keluarganya.
Para amil bukan robot, bukan manusia yang tak punya perasaan, namun karena kuatnya panggilan jiwa dan semangat berkorbannya untuk sesama ia kadang lupa. Para amil bukan tak punya duka dan kesedihan, tetapi panggilan untuk membantu sesama kadang terus tak bisa dihindari dan seakan lekat dalam setiap helaan nafasnya.
Kemarin, seorang sahabat amil baru saja dipanggil Allah SWT untuk kembali ke haribaan-Nya. Meninggal dunia. Ia masih muda. Usianya tak jauh dari lima puluh lebih sedikit saja. Anaknya ada tiga. Yang paling kecil baru usia sekolah menengah pertama. Kematian memang takdir dari-Nya.
Ia juga nasehat teramat dalam yang bisa mengguncang kesadaran kita. Kesadaran bahwa akhirnya yal itu akan sampai juga kita alami. Awalnya kita melihat orang-orang lain yang jauh, handai taulan, tetangga, lalu saudara, keluarga dekat dan kemudian sampai pula pada keluarga kita.
Orang-orang yang kita kenal. Orang-orang terdekat. Juga orang-orang yang kita bersahabat erat. Mereka yang kita cintai. Kadang kita rindukan bila jauh dan pergi. Perlahan namun pasti, satu persatu kembali ke dalam tanah, menenui Allah Sang Maha Pencipta. Kembali dengan seluruh amal dan jejak kehidupan selama di dunia.
Kematian adalah nasehat terberat. Apalagi bila ini terjadi pada sahabat dan orang-orang terdekat. Sebagian orang yang tak kuat iman begitu terguncang bahkan hilang kesadaran. Sebagian lain meratapi kematian sebagai sebuah musibah besar yang bahkan serasa kiamat. Begitu dahsyat efek kematian, begitu dalam perasaan duka dan kehilangan.